Mohon tunggu...
AKIHensa
AKIHensa Mohon Tunggu... Penulis - Pensiunan sejak tahun 2011 dan pada 4 Mei 2012 menjadi Kompasianer.

Kakek yang hobi menulis hanya sekedar mengisi hari-hari pensiun bersama cucu sambil melawan pikun.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Cerita di Beranda Rumah Kinanti Puspitasari

10 September 2020   15:55 Diperbarui: 10 September 2020   17:04 663
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Oh kalau begitu aku juga harus mengurangi konsumsi gula," kata Kinanti.

"Kalau Kinanti memang tidak perlu gula sama sekali. Tidak apa-apa, tanpa gula masih tetap manis," kataku bercanda.

"Nah mulai kelihatan lagi sisa-sisa SMA dulu," kata Kinanti sambil pura pura cemberut. Aku tertawa tergelak.

Dulu sewaktu SMA sebenarnya aku mengutarakan cintaku pada Kinanti benar-benar keluar dari lubuk hati ini.

Aku juga memaklumi saat Kinanti menolak dengan halus karena memang reputasiku yang buruk membuat Kinanti tidak percaya padaku.

 "Alan kau melamun lagi. Sudahlah masa-masa SMA lewat jauh dibelakang. Dulu aku hanya tidak menyukai perbuatanmu bukan tidak menyukai dirimu. Kau tetap sahabatku. Dulu juga hal ini aku sudah pernah mengatakan padamu," kata Kinanti.

"Ya Kinan dari dulu aku sudah menyadarinya dan aku sangat berterima kasih padamu. Aku tidak tahu apa jadinya andai saja waktu itu kau tidak menyadarkanku."

"Al sudah jangan berlebih-lebihan. Kita cerita yang lain saja. Oh ya kau belum kenal putri Si Mata Wayangku ya. Namanya Intan Permatasari. Dia sekarang masih di sekolah baru siang nanti pulangnya," kata Kinanti sambil mengambil foto di atas meja kecil yang penuh dengan hiasan.

Aku menerima foto itu. Intan Permatasari cantik seperti ibunya. Benar-benar Intan penuh pesona. Gadis yang sedang tumbuh beranjak dewasa.

"Intan Permatasari nama yang sesuai dengan orangnya. Cantik seperti ibunya dan aku yakin Intan juga cerdas," kataku memuji tulus.

Kinanti tertawa terlihat senang mendengar pujian untuk anak putrinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun