"Oke, kupastikan dulu ceritamu kali ini benar. Besok siang saat jam istirahat datanglah ke paman siomay dekat pertigaan jalan arah perusahaan."
Rojak mengernyit.
"Sudahlah, nanti kau mengerti. Kau terima saja pil pahit yang diberikan paman siomay itu sebelum jam istirahat selesai."
Rojak mengangguk kali ini.
***
Menginjak tahun kedua Rojak bekerja, dan Burhan baru saja selesai cuti menghabiskan libur akhir tahun di Pulau Dewata. Burhan merasa ada yang aneh dari dalam diri Rojak. Lelaki 2 anak itu tidak pernah merengek soal keuangan. Burhan mulai curiga, jangan-jangan, di luar sana Rojak turut memainkan dokumen penawaran kepada rekanan, sehingga Rojak turut serta menerima jatah dari rekanan. Oleh sebab itu Burhan berniat membicarakan hal ini agar tidak ada dusta di antara mereka, sore selepas jam pulang kerja mereka bertemu.
"Kau tentu tahu berapa upah kita bekerja di sini, mana mungkin kita bisa bertahan lama dengan upah yang pas-pasan seperti itu," kata Burhan menerangkan.
"Tapi, aku tak mengerti, sebenarnya, apa maksudmu."
"Jangan terlalu polos kawan. Kita ini satu tim, sudah selayaknya saling mendukung satu sama lain."
Rojak mulai garuk-garuk rambut.
"Oke-oke, begini. Kau tahu kan surat nomor 007 itu."