Selanjutnya aku mencoba menikmati acara kemah malam yang tertunda dan tidur dengan tenang kemudian.
Akan tetapi, semalaman itu aku tidak bisa tidur nyenyak. Pikiran-pikiran itu menghantui dan terus bergerombol di kepalaku. Sekeras apapun aku berusaha, akan tetapi semakin dalam terpejam semakin dalam pula aku bertanya-tanya tentang lelaki itu: apa dia jadi bunuh diri?
Meski akhirnya sempat tertidur setelah lama dirundung kegelisahan yang menyiksa jiwa, sebelum terbangun kembali pukul 3 pagi karena mendengar orang-orang yang berkemah dekat warung itu berteriak-teriak. Sepertinya mereka tengah bersiap untuk melakukan summit.
Aku pun terpaksa bangun. Sebenarnya aku tak berniat untuk summit juga. Namun, karena tak bisa tidur aku pun memutuskan untuk naik ke puncak.Â
Setelah perlengkapan summit selesai, aku mencari HT itu lagi sebelum bergegas mendaki. Aku menemukannya di tempat yang agak jauh. Sempat aku berbicara melalui HT itu untuk mengetahui kabar lelaki itu, tapi tak ada jawaban.Â
Di sepanjang pendakian menuju puncak. Kegelisahan itu terus berlanjut. Tak nyaman hati menemani setiap langkah menanjak. Hingga akhirnya tiba di puncak tepat sebelum matahari terbit, pikiranku masih diselimuti tentang kabarnya. Aku benar-benar merasa bersalah telah mengajukan pilihan ketiga itu.Â
Aku terduduk di atas batu memandangi sunrise, mencoba untuk menikmati keindahannya. Tetapi, karena kegelisahan itu semakin besar, aku memutuskan untuk turun saat itu juga. Entahlah, aku ingin dia selamat. Karena kalau tidak, mungkin aku akan sangat menyesal.Â
Aku turun dari puncak ke area perkemahan dan langsung membongkar muat segalanya masuk ke dalam carrier, dan turun saat itu juga.Â
Tiba di pos pendaftaran simaski[1] Gunung Sumbing pukul 11 siang. Setelah melapor turun di sana, aku langsung bergegas berangkat ke pos  pendaftaran simaksi Gunung Sindoro dengan angkutan umum. Aku tidak langsung bertanya kepada petugas di sana perihal apakah ada orang yang menitipkan tas carrier. Walaupun aku melihat satu tas berwarna biru laut dengan robekan kecil di saku tempat menyimpan air mineral serta gantungan kunci berupa boneka SpongeBob, tergeletak di tepi dinding di ujung sana.
Di sana aku baru menyadari bahwa aku tidak serta merta bisa mengambil tas itu meski mengaku sebagai kawan atau keluarga lelaki itu. Akan ada pertanyaan jika aku melakukannya. Semisal, aku akan ditanya apakah lelaki itu sudah turun, jika sudah kenapa dia tidak pernah terlihat turun. Juga, bisa saja aku dikira pencuri dengan mengaku sebagai orang yang lelaki itu kenal. Maka, aku memilih tidak bertanya.
Seperti halnya lelaki itu, aku berlanjut mendaki Gunung Sindoro meski keadaan fisikku sudah lelah. Mungkin aku akan melakukan pendakian santai, yang penting aku tiba sebelum magrib di basecamp.Â