Untuk sampai ke perpus kota Samarinda, memang lebih singkat, tapi juga tidak singkat-singkat amat. Butuh waktu sekitar 20 menit. Tentu saja, syarat dan ketentuan berlaku. Arus lalu lintas ramai lancar.
Kalau waktu habis di jalanan, tentu saja itu akan menjadi pertimbangan bagi warga.
Daripada habis di jalanan, lebih baik menghabiskan waktu di rumah.Â
Seandainya ada perpustakaan di berbagai kelurahan dan kecamatan, tentu saja akan sangat membantu para warga yang haus dan lapar akan ilmu pengetahuan serta hiburan yang menyehatkan.
Hiburan bukan monopoli televisi atau YouTube atau aplikasi video streaming semisal Netflix, Prime Video, Vidio, dan lain sebagainya. Buku-buku, terutama novel dan kumpulan cerpen bisa menjadi sarana hiburan yang menyegarkan dan menyehatkan untuk jiwa.
Saya pernah melihat pelang "perpustakaan" di salah satu kelurahan di Samarinda. Tapi perpustakaan terlihat "menyempil" tak kentara di pojokan gedung kelurahan, pintu tertutup, dan saya tidak bisa melihat ke dalam perpustakaan melalui jendela.
Entah jendela memakai kaca buram dimana hanya orang yang di dalam yang bisa melihat keluar; atau memang lampu di perpustakaan dalam kondisi padam.
Apakah perpustakaan di kelurahan tersebut untuk para warga atau hanya diperuntukkan bagi pegawai di kelurahan tersebut? Entahlah.Â
Seandainya di kantor kelurahan dan kecamatan ada perpustakaan untuk para warga, tanpa melihat dimana mereka tinggal alias bebas bagi semua warga, alangkah bagusnya.
Warga tidak akan kesulitan lagi mengakses bacaan-bacaan dalam bentuk buku-buku fisik, karena pihak pemerintah sudah "mendekatkan" sumber bacaan tersebut pada warganya.
Dan alangkah lebih baik lagi jika pemerintah menyediakan sarana perpustakaan di setiap RT dan RW, supaya lebih memasyarakatkan budaya baca dan (syukur-syukur) budaya tulis di bumi pertiwi ini.