"Aku selalu kagum dengan caramu menulis, Lara. Kamu punya cara yang unik dalam merangkai kata-kata. Seperti ada sesuatu yang ingin kamu ungkapkan lewat tulisan-tulisan itu, ya?"
Lara terdiam sejenak. Selama ini, ia menulis untuk dirinya sendiri, untuk menemukan jawaban atas segala kebingungannya. Namun, mendengar pendapat Dimas membuatnya sadar bahwa tulisan-tulisannya mungkin memang memiliki arti lebih dalam, tidak hanya untuk dirinya, tetapi juga untuk orang lain.
Â
"Iya, aku rasa menulis itu seperti semacam pelarian bagiku," jawabnya pelan. "Kadang dunia di luar sana terlalu berisik, dan menulis membuatku bisa mendengar suara hatiku lebih jelas."
Dimas mengangguk paham.Â
"Menulis memang bisa jadi cara untuk menemukan kedamaian. Tapi ingat, menulis juga bisa menjadi cara untuk menemukan dirimu yang sebenarnya. Kadang, kita harus berani mengungkapkan perasaan yang kita sembunyikan."
Â
Kata-kata Dimas itu menancap dalam di hati Lara. Ia sadar bahwa selama ini, ia terlalu banyak menutupi perasaannya sendiri. Ia sering merasa takut untuk menghadapi kenyataan tentang dirinya, tentang perasaannya yang kompleks, tentang ketakutan dan keraguannya.
Hari-hari berlalu, dan Lara mulai lebih terbuka dengan dirinya sendiri. Ia semakin sering menulis, semakin sering mengungkapkan segala rasa yang selama ini ia sembunyikan dalam hatinya. Ia mulai menulis cerita-cerita yang lebih dalam, yang tidak hanya bercerita tentang kehidupannya tetapi juga tentang orang lain yang mungkin merasa seperti dirinya---orang-orang yang merasa terperangkap dalam kebingungan dan ketakutan, orang-orang yang belum menemukan suara mereka.
Di sisi lain, hubungan Lara dengan Maya semakin dekat. Maya yang ceria dan selalu mengingatkan Lara untuk tidak terlalu keras pada diri sendiri. Mereka sering berbagi cerita tentang kehidupan, tentang impian dan ketakutan masing-masing. Lara merasa lebih hidup dan berani menghadapi ketidakpastian karena ada teman yang selalu mendukungnya. Mereka menghabiskan waktu bersama di kafe kampus, berbicara tentang segala hal, dari tugas kuliah hingga masa depan yang mereka impikan.
Suatu hari, Maya berkata dengan serius,