Lara menatap bintang-bintang di langit dari jendela kamarnya malam itu. Perjalanan hidupnya baru saja dimulai. Ia berjanji pada dirinya sendiri untuk terus menulis, menyampaikan suara-suara yang belum terdengar, dan membagikan harapan bagi dunia.
Langit yang indah di kampus, memantulkan warna jingga yang hangat, mengingatkan Lara akan perjalanan panjang yang masih menunggunya. Namun, dengan teman-teman baru, impian yang semakin jelas, dan hati yang lebih kuat, ia siap melangkah maju, meninggalkan jejak di setiap langkah yang diambil.
Hari-hari di kampus terus berlalu, dan setiap pagi Lara merasa seperti memasuki dunia baru. Dunia yang penuh dengan kebingungannya sendiri, namun juga penuh dengan kemungkinan yang tak terhingga. Meskipun ia sudah mulai merasa lebih nyaman dengan dirinya dan pilihannya, ada kalanya ia merasa terperangkap dalam keraguan, bertanya-tanya apakah jalannya benar atau jika ia telah membuat pilihan yang salah. Namun, ada sesuatu yang membuatnya terus maju---sesuatu yang lebih kuat daripada rasa takut atau ketidakpastian.
Suatu sore, ketika ia sedang duduk sendirian di taman kampus, menulis di buku hariannya, seorang teman sekelas bernama Dimas mendekatinya. Dimas adalah seorang mahasiswa yang sangat pintar, selalu terlihat penuh percaya diri dan mempunyai pemikiran yang tajam. Selalu menjadi pusat perhatian di kelas, Dimas tampaknya tak pernah ragu tentang apa yang ia inginkan dari hidupnya.
"Hai, Lara," kata Dimas dengan senyum ramah.
 Kamu lagi menulis lagi? Apa yang sedang kamu kerjakan?"
Â
"
Lara tersenyum kecil, menutup bukunya sejenak.
"Iya, aku lagi coba menulis cerita pendek untuk tugas sastra. Kadang aku merasa tulisan ini jadi cara aku memahami dunia sekitar."
Dimas duduk di sampingnya dan memandang dengan penuh perhatian.