Dalam hal ini keberadaan seorang wali dalam akad nikah merupakan suatu keharusan dan tidak sah akad nikah yang tidak dilakukan oleh wali, sebab wali merupakan salah satu rukun nikah, oleh karenanya dalam akad perkawinan, wali dapat berkedudukan sebagai orang yang bertindak atas nama mempelai perempuan dan dapat pula sebagai orang yang diminta persetujuannya untuk kelangsungan perkawinan tersebut. Hal ini berarti bahwa keberadaan wali dalam suatu perkawinan menjadi keharusan, terutama bagi perempuan yang masih kecil atau tidak sempurna akalnya. Berikut macam-macam wali:
a.Wali Nasab adalah wali nikah karena adanya hubungan keturunan (nasab) dengan wanita yang akan melangsungkan perkawinan.
b.Wali Hakim adalah wali nikah dari hakim atau gadai. Orang-orang yang berhak menjadi wali hakim adalah pemerintah, khalifah, penguasa, atau gadai nikah yang diberi wewenang dari kepala negara untuk menikahkan wanita yang berwali hakim.
c.Wali Tahkim adalah wali yang diangkat oleh calon suami dan atau calon istri. Cara pengangkatannya (cara tahkim) adalah calon suami mengucapkan tahkim kepada seseorang dengan suatu kalimat.
d.Wali Maula adalah wali yang menikahkan budaknya, yakni majikannya sendiri, seorang laki-laki boleh menikahkan perempuan yang berada dalam perwaliannya bila perempuan itu rela menerimanya, perempuan yang dimaksud di sini adalah hamba sahaya yang berada di bawah kekuasannya.
e.Wali Mujbir adalah seorang wali yang berhak menikahkan perempuan yang diwalikan diantara golongan tersebut tanpa menanyakan pendapat mereka lebih dahulu dan berlaku juga bagi orang yang diwalikan tampa melihat ridha tidaknya pihak yang berada di bawah perwaliannya.
f.Wali Adhal adalah wali yang tidak mau menikahkan wanita yang sudah baligh yang akan menikah dengan seorang pria sekufu.
Sedangkan Saksi menurut istilah adalah orang yang mempertanggung jawabkan kesaksiannya dan mengemukakannya di mana ia menyaksikan sesuatu/peristiwa yang orang lain tidak menyaksikannya. Dalam pelaksanaan perkawinan (akad nikah) harus dihadiri oleh saksi, sebab kehadiran saksi-saksi itu merupakan rukun dari perkawinan itu sendiri, sehingga apabila akad nikah tidak ada saksi-saksi, maka akad nikahnya tidak sah.
Kafa'ah dalam Perkawinan
Yang dimaksud dengan kafa'ah dalam perkawinan adalah keseimbangan dan keserasian antara calon suami dan istri sehinga masing-masing calon tidak merasa berat untuk melangsungkan perkawinan atau dengan kata lain laki-laki sebanding dengan calon istrinya, sama dalam kedudukan, sebanding dalam tingkat sosial dan derajat dalam akhlak serta kekayaan.
Apabila dalam perkawinan diharuskan adanya keseimbangan antara suami istri (sekufu), hal ini merupakan tuntutan wajar untuk tercapainya keserasian hidup berumah tangga. Sebab apabila tidak ada keserasian antara suami istri, biasanya akan akan sering terjadi perbedaan pandangan dan cara hidup yang mudah menimbulkan percekcokan, bahkan sering pula berakibat putusnya perkawinan. Berdasarkan dasar/ukuran yang dikemukakan oleh para ulama', semua sepakat menempatkan din (ketaatan beragama) sebagai dasar/ukuran kafaah yang utama bahkan menurut ulama Malikiyah, hanya inilah satu- satunya yang dapat dijadikan ukuran kafaah.