"Istriku nggak senang tinggal di sini, padahal ini rumah pertama kami."
"Mau ganti suasana, ya?"
"Begitulah."
Saya tidak bertanya lagi, karena saya menganggap bahwa "ganti suasana" merupakan hal yang biasa, apalagi bagi orang-orang kaya. Kalau bagi saya, aduhai, sayang sekali.
"Kantormu di mana, Wan?"
"Aku nggak punya kantor. Selama bertahun-tahun aku jadi kontraktor tanpa perlu kantor."
"Lha, perusahaanmu ada, logonya pernah kubenahi itu, bagaimana?"
"Ah, kerja sepele, Ji. Rumah ini jadi alamatnya tapi tidak perlu jadi kantor."
Saya tidak kaget ketika sebuah rumah tinggal beralih fungsi menjadi sebuah kantor, bahkan sekadar alamat untuk legalitas sebuah usaha. Toh, dulu, ketika bekerja di sebuah kontraktor jasa manajemen konstruksi, sebuah rumah tinggal beralih fungsi menjadi kantor tanpa menerakan papan nama.
"Aku dulu suplaiyer material. Waktu ada proyek perumahan, aku ditantang untuk menggarap tiga unit rumah, dan selesai."
Kemudian Sarwan menceritakan sebagian perjalanan profesinya dalam bidang jasa manajemen konstruksi. Pasang-surut, pas-pasan hingga nyaris bangkrut, dan sampai kini Sarwan menggarap pekerjaan di calon perumahan bersubsidi di pinggiran kota.