Ini dia rumahnya untuk kutempati, batin saya.
Begitu pintu terbuka ke arah depan, saya segera menyalaminya. Sarwan menyambut tetapi biasa saja, dan segera berbalik untuk kembali masuk ke rumah. Saya menutup pintu lalu mengangkat barang bawaan saya yang hanya berupa dua tas.
Sebuah motor matik 125 cc terparkir di dekat saya atau di antara pintu pagar depan dan pintu depan rumah. Motor ini seperti yang pernah diminati oleh istri saya, karena daya jelajahnya bisa diandalkan.
Ini kendaraan untuk kerja nanti, pikir saya.
Di sampingnya, yaitu garasi, terparkir sebuah mobil sport putih. Di samping sebaliknya terdapat taman yang mungil dan kurang terurus. Di sekitar pintu depan terdapat barang-barang bekas.
***
Rumah Sarwan berlantai dua. Lantai satu berukuran 6 m X 8 m dengan ruang tamu yang bersatu dengan ruang keluarga, dua ruang tidur yang berisi lemari kosong, dapur dengan perabot yang lengkap, toilet dengan closet duduk, dan tangga ke lantai dua.
Lantai dua berukuran 5 m X 6 m. Ada satu toilet yang berjaringan pipa terhubung dengan toilet di lantai satu. Ada ruang kelurga berukuran kecil, sebuah ruang tidur tetapi berisi barang-barang, gudang mungil yang juga berisi barang-barang, ruang cuci, dan jemur.
Rumah yang bakal saya tempati itu memang tidak dihuni sejak lebih tiga tahun. Sesekali dalam seminggu Sarwan datang untuk bersantai atau membersihkannya.
"Aku ngontrak, Ji," kata Sarwan. "Rumah ini kujual untuk beli rumah lagi di daerah lain."
"Lho, mengapa begitu?"