Mohon tunggu...
Gus Noy
Gus Noy Mohon Tunggu... Administrasi - Penganggur

Warga Balikpapan, Kaltim sejak 2009, asalnya Kampung Sri Pemandang Atas, Sungailiat, Bangka, Babel, dan belasan tahun tinggal di Yogyakarta (Pengok/Langensari, dan Babarsari).

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Salah Siapa?

21 Desember 2019   15:11 Diperbarui: 21 Desember 2019   15:17 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Panorama kerobohan dinding penahan tanah alias turap seketika meruntuhkan pikiran dan perasaan saya. Saya seperti orang blo'on di hadapan pohon-pohon jati yang berdaun rontok.

Di samping kiri turap yang roboh berbatasan langsung dengan turap setinggi satu meter dan lebarnya satu meter yang belum selesai dikerjakan. Turap yang terjengkang dan terpatah-patah ke sebagian lahan kebun jati itu berlebar bawah 1,2 meter dan dan berlebar puncak 50 centimeter.

Batu-batu bulat dan batu pecah tampak di sekujur badan dengan sebagian sisa tanah timbunan. Dua pohon jati tumbang dan tertindih. Beberapa pipa PVC sepanjang 50 cm berserakan di sekitarnya.

Sementara dari arah kiri terdapat parit sempit yang sedang meluber dan mengalirkan kekeruhan yang melintasi rekahan badan turap yang tumbang. Dan ke arah hulu atau mendekati sumur warga, air merendam hingga lima-enam meter, sehingga sumur tidak akan terjangkau. 

Dari atas atau di atas timbunan tanah yang retak saya juga merasa seolah tulang-belulang saya dilucuti. Seluruh jiwa-raga saya seolah dicengkeram ketidakberdayaan, selain mata yang bergerak seperti seterika.

Baru kali ini saya melihat sebuah realitas kegagalan konstruksi yang fatal, dan merupakan bagian dari pekerjaan kami, meski saya belum bergabung ketika pekerjaan turap dilaksanakan. Sebuah tembok raksasa yang luluh-lantak hanya dalam satu kali hantaman hujan yang lebat. Sungguh fatal.

***

Di jalan-jalan tanah menampilkan permukaan genangan yang berkilau-kilau pada sudut matahari sekitar pkl. 09.00. Dua dumptruck terjebak genangan di jalan tanah dekat warung proyek.

Kopi hitam di warung proyek seperti air tawar-panas yang sekadar mengusap bibir dan rongga mulut saya. Dalam benak masih terpampang turap yang tumbang dan air keruh yang meluber.

"Tadi malam saya sampai kaget dan bingung, Pak," ungkap Bang Kumis si pemilik warung proyek. "Hujan reda, ada suara roboh dan menggetarkan warung."

"Saya juga ketakutan, Pak. Takutnya warung ini ikut roboh karena bergetar," timpal istrinya, Mbak Yatmi. "Paginya saya mencari sumber suara. Ternyata di sana, di dekat robohnya Pak Demun dulu."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun