Mohon tunggu...
Kompasianer METTASIK
Kompasianer METTASIK Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis itu Asyik, Berbagi Kebahagiaan dengan Cara Unik

Metta, Karuna, Mudita, Upekkha

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Jangan Cengeng Kalau Jadi Buddhis

15 Juli 2023   05:55 Diperbarui: 15 Juli 2023   05:56 430
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jangan Cengeng Kalau Jadi Buddhis (gambar: telegraph.co.uk. diolah pribadi)

"Kamu kelihatan agak kurang hepi, ya? Banyak pikiran?"

"He, eh....," Mallika malu-malu mengaku.

"Ahh..., tidak masalah. Itu bisa dibereskan nanti sambilan kita makan siang. Yuk..., itu si keponakanku dari tadi sudah keroncongan perutnya," kata Bibi Lin sambil menggandeng tangan Mallika, mengajaknya ke ruang makan. Pablo sudah duluan ke ruang makan, karena begitu dia dengar kata "makan", dia langsung paham bahwa itu artinya sesuatu yang luar biasa menyenangkan. Maklum, anjing gembul. Aku mengikuti dari belakang dengan semangat yang tiba-tiba berkobar. Memang begitulah aturan dunia, orang lapar pasti akan mendadak bersemangat ketika menerima tawaran makan siang gratis.

Ruang makan di rumah Bibi Lin berjendela besar. Cahaya matahari dan pemandangan kebun belakang masuk dengan leluasa ke dalamnya. Bersih, terang, dan sejuk karena udara dalam dan luar bertukaran dengan lancar. Kami menikmati hidangan sederhana yang didominasi sayuran. Ada jukut ares, jukut urap, tempe goreng dan sambal matah serta beberapa tusuk sate lilit.

"Bibi, sate lilitnya terbuat dari daging apa?" tanyaku dengan penuh minat.

"Ikan tenggiri."

"Ikan tenggiri? Berarti ada juga ikan tenggara, ya?" balasku, mencoba melucu.

"Nggak lucu," si cantik menyambar sambil cemberut. Bibi tertawa melihatnya.

"Cieee....yang lagi bad mood," ledekku sambil menjulurkan lidah ke arahnya.

Dia langsung menatap tajam dengan pandangan yang mengisyaratkan "awas, jangan berani-beraninya mulai". Aku cepat-cepat menciduk beberapa bongkah nasi, mengambil porsi jukut ares dan urap, dua tusuk sate lilit, tiga potong tempe goreng dan sambal matah secukupnya. Bibi Lin sibuk mengambilkan nasi dan lauk untuk Pablo. Setelah semuanya beres, kami mulai makan sambil membicarakan si Pablo. Tentang tingkah laku pecicilannya, tentang makanan yang dia gemari juga.

"Pablo lahap sekali makannya. Dia doyan makanan kita ya, Bi?"  tanya si cantik, heran meihat Pablo makan dengan lahap sekali di piringnya. Dia kira semua anjing seharusnya hanya doyan dogfood.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun