"Blo, Lika, sampai sejauh ini memang belum ada bukti-bukti ilmiah yang bisa menunjukkan dengan nyata bahwa alam brahma, dewa, yakkha dan semacamnya itu ada. Bahwa kelahiran ulang itu nyata. Belum...., bukti sahih belum, namun bukti-bukti yang menyokong ke arah itu sudah ada. Tapi baiklah, kita kesampingkan dulu hal tersebut. Kita fokus saja pada apa manfaaat yang kita peroleh dengan meyakini ajaran tentang lahir-ulang di siklus Samsara ini, bahwa kita sudah pernah mencicipi kejayaan paling top markotop dan kejatuhan paling tragis?"
Bibi Lin terdiam sejenak, seperti menimbang sesuatu. Wajahnya yang mengingatkan pada aktris Michelle Yeoh tampak tambah serius. Aku dan si cantik menunggu dengan penuh minat, tak terasa badan kami agak mencodong ke depan saking semangatnya.
"Ialah ini: ajaran ini memberi pesan kepada kita agar jangan mabuk akan kejayaan apa pun yang telah kita raih dalam hidup ini, juga jangan terobsesi buta pada pengejarannya. Untuk derita, pesannya adalah jangan larut dan terus berkumbang dalam derita yang kita alami, juga untuk tetap optimis bahwa apa pun keburukan yang telah kita lakukan bukanlah harga mati: kita selalu punya kesempatan untuk memperbaiki diri selama ada kesadaran dan kemauan, karena ini bukan hidup yang kali pertama dan bukan yang terakhir kecuali kita sudah meraih tataran Arahat."
Lalu Bibi Lin menatap Mallika, menjulurkan tangan untuk mengenggam tangannya sembari dengan lembut berkata, "Lika, yang sedang mengganggu pikiranmu itu tidak kekal dan harus kamu alami sebagai konsekuensi masih berada di Samsara ini, sebagai buah dari karma burukmu yang pas kondisinya untuk matang. Kita tidak bisa berharap semua orang akan selalu memperlakukan kita dengan baik, itu hil yang mustahal. Bosmu di kantor itu, perempuan ya? Dia bukan marah padamu, juga bukan benci. Dia hanya sedang jengkel berat atas suatu urusan lain, dan kebetulan kamulah yang paling pas untuk dijadikan pelampiasan rasa jengkelnya."
Mata Mallika terlihat mulai berkaca-kaca. Hatiku jadi trenyuh melihatnya. Makhluk cantik ini adalah pusat semesta di keluarga intinya, anak kesayangan Papa dan Mama, dan primadona yang cemerlang di antara para sepupu dalam acara keluarga besar. Seumur-umur setiap orang selalu bersikap baik kepadanya. Dia tak terbiasa menerima perlakuan yang tidak baik. Pasti menyakitkan sekali baginya kata-kata atau perlakuan kasar si Bu bos.
"Tidak perlu sedih, sayang," lanjut Bibi Lin. "Bibi melihat kesulitanmu ini sebentar lagi akan berakhir, sekitar 3 hari dari sekarang. Bu bos akan reda jengkelnya, urusan yang bikin dia pusing itu akhirnya selesai dengan baik. Dia akan kembali sebagai bos yang baik. Kamu sabar, ya."
Mallika mengangguk dengan hormat.
"Buddha mengajarkan kita untuk jadi tegar dan berani menghadapi hidup. Salah satu sikap tangan Buddha, mudra, yang bisa kita lihat di patung, yang telapak tangan-Nya menghadap ke depan setinggi dada seperti melambai itu, maknanya adalah jangan takut! Tidak akan terjadi sesuatu yang bukan merupakan bagian dari karmamu."
"Betul, betul, betul," kataku kepada si cantik sambil merengkuh bahunya. "Jangan cengeng kalau jadi Buddhis. Ya, kan, Bi?"
Kami semua tertawa riuh. Di pojok ruang makan tampak Pablo tidur dengan sangat lelap, sampai mendengkur. Bunyinya seperti suara tekukur....kuurr...kuurr....
**