Aku sempat heran, ini curut macam kucing saja, sudah dibuang tapi kembali lagi ke rumah favoritnya. Padahal, untuk kembali ke rumah kami setelah kulempar keluar pagar tembok belakang, si curut harus memutar jauh melewati rumah tetangga.
Aku pun memutuskan untuk memasang perangkap lagi. Perangkap yang sama, perangkap botol plastik. Dan, si curut masuk perangkap lagi meski harus menunggu agak lama. Kali ini aku tidak melemparnya keluar pagar.Â
Aku berniat membawanya ke tempat pembuangan sampah sekitar satu kilometer dari rumah keesokan harinya. Perangkap yang berisi si curut itu hanya kuletakkan di halaman belakang di antara tanaman bayam.
Esoknya, saat aku bermaksud mengambil perangkap berisi curut untuk kubuang ke tempat pembuangan sampah, kudapati perangkap itu kosong melompong.Â
Tak ada bagian yang rusak pada perangkap, tetapi si curut sudah lepas entah ke mana. Meski jengkel, diam-diam aku sempat juga memuji kecerdikan si curut. Cerdik seperti anjing.
Hari berikutnya, curut itu pun datang kembali, beraktivitas seperti biasa. Aku jadi heran karena perangkap kemarin yang kupasang kembali tak juga berhasil menjebaknya.Â
Apa iya curut itu punya pikiran seperti manusia. Akhirnya aku memikirkan alternatif perangkap lain. Kali ini, aku menggunakan potongan pipa paralon sisa selokan.Â
Panjangnya sekira 40 senti dengan diameter 4 inci atau 10 senti-an. Satu ujungnya kuberi kantong plastik, ujung lain kubiarkan terbuka. Di dekat ujung terbuka itu kubuat lubang tempat mengikatkan tali rafia.
Perangkap paralon kupasang di tempat yang biasa dilalui curut, umpan kuletakkan di dalam paralon yang terhubung dengan kantong plastik bening. Bagian tali rafia kusangkutkan pada pengait di dinding.Â
Jika curut masuk dan mengambil umpan, akan terdengar bunyi berkeresek sebagai tanda aku harus menarik tali rafia secepatnya. Maka curut akan terperangkap dalam plastik dan tidak dapat memanjat paralon yang licin.
Perangkap ini berhasil!