Sekali lagi, aku bukan manusia yang tegaan. Saran untuk membunuhnya saat kelihatan pastinya tidak mudah kujalankan. Ya, meski si curut terlihat jinak dan tidak takut pada manusia di dekatnya, untuk memukulnya dengan kayu atau menginjaknya hingga remuk aku tak tega, entah kenapa.
Akan tetapi, teror si curut harus segera disikapi. Ibunya anak-anak sudah sering cemberut melihat kotoran curut di sana-sini. Langkah termudah adalah membersihkan tempat yang menjadi sarang curut itu agar tak lagi bisa dijadikannya sarang. Tapi, itu pun ternyata kurang berhasil.Â
Si curut bersikap fleksibel dengan pindah markas di bawah lemari, di bawah kulkas, bahkan di antara pot-pot bunga yang kebetulan juga terletak di pojokan. Alhasil, langkah bersih-bersih sepertinya tidak efektif dan justru terkesan kami didikte oleh si curut.
Langkah selanjutnya yang kuambil adalah memasang jebakan. Jebakan tangkap, bukan yang bertipe sudden death seperti perangkap portabel yang menghantam sasaran dengan kawat besi. Desain perangkap yang kubuat kutiru dari youtube.Â
Berbahan botol plastik bekas minuman satu literan, dua batang besi bekas payung, benang, paper clip, serta karet gelang, kurangkai perangkap dan kulengkapi dengan umpan di dalamnya. Kupasang di dekat jalur yang biasa dilalui si curut pada suatu malam.
Tak lama kemudian . . .
"Ayah. . . perangkapnya berhasil!" terdengar teriakan si sulung.
Aku berlari menemui. Benar saja. Perangkap botol yang tadinya terbuka itu kini tertutup dengan seekor curut berada di dalamnya.
"Hmm. . hebat. . sukses di kesempatan pertama," gumamku puas.
Kuambil perangkap itu, kubawa ke sudut pagar tembok belakang, kulepas karet gelang pengikat pintu perangkap, lalu dengan sekuat tenaga kuayun si curut hingga terlempar jauh keluar pagar. Aku yakin si curut tak bisa memanjat pagar tembok yang licin untuk kembali ke rumahku. Satu masalah selesai, pikirku.
Ternyata dugaanku salah! Keesokan malamnya, curut itu datang lagi. Seolah-olah tak pernah terjadi apa-apa, si curut beraktivitas seperti biasa. Berseliweran di dekat kakiku yang sedang duduk di kursi menikmati secangkir kopi bakda maghrib.