"terima kasih telah hadir kala ku terluka, selamat tidur, jangan lupa makan" katanya
 Aku berusaha tak terlalu menanggapi semua yang dia katakan. Bagiku, ini hanyalah pelampiasannya. Aku tak ingin berharap lagi, dengan sekuat hati aku menolak gejolak yang ingin kembali hadir dalam dadaku.
"Tolong ri, jangan kau hancurkan pertahanan yang telah kubangun. Segala keteraturan dan repetisi membosankan yang telah jadi kebiasaanku. Jangan memikatkku lagi jika kau memang tak berniat untuk mengikat. Aku lelah jika harus berlumpurkan harapan palsu (lagi)".
Berbulan-bulan kami terlarut nikmati kebersamaan ini. Meski tak mampu mendefinisikan semuanya, tapi kami tahu ini indah walau tak bernama. Sekedar makan siang bersama, menonton film di bioskop, menemaninya latihan futsal dan masih banyak lagi. Hmm... tanpa kusadari semua ini mengembalikan segala rasa yang pernah ada di hatiku.
"Bagaimana kabar hatimu sekarang, Ri? Apa masih terluka, apa tangis masih mengiasi pelupuk matamu? Kuharap kau telah belajar untuk kembali bahagia", Sesekali aku bertanya di suatu hari
Dia terdiam sejenak,tampak berpikir dengan sedikit renungan lalu menjawab
"sudahlah, Â jangan kau bahas lagi masalalu itu, sekarang aku telah nyaman bersamamu.".
 Jawabanmu membuatku enggan untuk melanjutkan. Apa mungkin ada kode-kode tersirat dalam perkataannya itu? hmm entahlah.
Mentari menyinsing di ufuk timur, aku baru saja terbangun dari mimpi yg cukup panjang. "Tak apalah sedikit kesiangan toh hari ini weekend",pikirku.
Selang beberapa menit kemudian.Tanda BBM mu masuk dan
"selamat pagi, Aya"