“Mengapa di mata mereka nyawa orang-orang ini seperti tidak berharga?”
“Hanya karena mereka takut jika mantan negara adikuasa itu menguasai tempat ini?”
“Kenapa pula harus aku yang harus mengurusi pekerjaan kotor ini?”
Pusing kepalanya tidak tanggung-tanggung. Tanggannya yang tadi gemetar hebat berusaha ia tenangkan dengan mengacak-acak rambutnya. Dia jambak rambutnya sampai ke akar. Pikirannya melayang jauh. Suara burung hantu, yang dari tadi hinggap di ranting pohon yang terlihat dari jendela dekat televisi itu makin lama makin nyaring. Tidak ada suara jangkrik, suara gesek rumput, ataupun langkah kaki, hanya gemetar tangannya yang tak henti-henti dan suara burung hantu itu.
Kuk, kuk.
Tiba-tiba dari ruang tamu, samar-samar terdengar suara tawa kecil yang berselingan dengan suara burung hantu itu. Suaranya sangat kecil, tapi anehnya terdengar sangat jelas.
Apa suara ini hanya ada dalam otakku? tanya Jack pada dirinya sendiri.
Tapi suara itu terdengar semakin jelas, namun semakin lirih. Seperti sebuah keberadaan yang memudar. Dan, itu membuat Jack menjadi lepas kendali.
“Siapa itu? Ayo Keluar!” bentak Jack.
“Siapa? Siapa?” tanya Jack tak sabar.
Sesosok anak kecil kemudian muncul dari kegelapan ruang tamu yang tidak diterangi lampu bohlam itu. Jack ketakutan. Namun ada perasaan lain, selain gentar, yang dirasakan oleh Jack. Perasaan yang jauh lebih kuat.