Mari kita membahas hal yang biasa dan ternyata hal yang biasa tersebut memang bukanlah hal yang biasa-biasa saja.Â
Kebiasaan melekat pada identitas kita, kebiasaan dapat membentuk karakter kita, dan kebiasaan dapat menjadikan siapa kita. Kebiasaan baik dapat membangun kehidupan yang baik dan sebaliknya kebiasaan buruk dapat meruntuhkan kehidupan.Â
Bagaimana kebiasaan dapat berpengaruh pada karakter dan kehidupan kita?Â
Kebiasaan dapat berarti melakukan suatu hal/ kegiatan/aktivitas atau mengkonsumsi sesuatu berulang kali dalam waktu yang lama. Kebiasaan dapat menjadi resistensi dan konsistensi.Â
Sesuatu hal yang dilakukan berulang-ulang dan terus-menerus, menjadikan sesuatu itu melekat pada seseorang dan menjadikannya konsisten dan resisten karena pembiasaan terhadap hal yang dilakukannya tersebut.Â
Konsistensi hal yang dilakukan berulang-ulang membentuk otomatisasi. Hal yang otomatis membentuk alarm hidup yang menggerakkan seseorang untuk kembali mengulang hal yang sama, dan hal tersebut menjadi keharusan untuk dilakukan.Â
Sebagai contoh, seseorang setiap hari bangun pukul 05.00 pagi, setelah bangun ia akan langsung minum air putih kemudian mandi, dan setelah itu ia sarapan pagi dengan segelas susu dan roti.Â
Rutinitas ini dilakukannya setiap hari bahkan pada hari libur, ia tetap terbiasa mengulangi konsistensi ini. Tubuhnya otomatis akan membangunkannya pukul 05.00 pagi walau tanpa alarm. Ia akan segera mandi setelah minum air putih, jika ia tidak mandi pagi itu, ia akan merasa sangat tidak nyaman.Â
Begitu pula bila ia tidak sarapan setelah mandi, tubuhnya akan bereaksi dengan rasa tidak nyaman yang membuatnya gelisah dan harus segera menyantap sarapannya di pagi itu juga.
Tubuhnya sudah mengalami pembiasaan yang resisten di mana mewajibkannya melakukan rutinitas yang sama. Bila salah satu rutinitas di pagi itu belum tercapai, maka tubuh merespon dengan reaksi gelisah, tidak nyaman, dan stress.Â
Mengapa tubuh dapat merespon suatu kebiasaan menjadi suatu ketergantungan? Hal ini dikarenakan otak kita melepaaskan hormon dopamin yang memberikan kepuasaan, kenyamanan, kesenangan, dan kebahagiaan saat kita melakukan kegiatan tertentu dan sudah menjadi pembiasaan sebagai bentuk penghargaan pada diri kita.Â
Ketika hal yang membuat kita merasa nyaman, menyenangkan, dan puas tidak terpenuhi maka otak merespon dengan melepaskan hormon kortisol yang bereaksi dalam bentuk kegelisahan, ketidaknyamanan, dan stress.Â
Kemudian, mengapa contoh rutinitas pagi seseorang yang tidak berjalan mulus dapat berkaitan dengan pelepasan hormon dopamin dan hormon kortisol? Hal ini dikarenakan, kebiasaan seseorang yang nyaman dan menyenangkan dengan bangun pagi pukul 05.00 di mana tubuhnya merasa bugar, meneguk segelas air putih setelah bangun memberikan kepuasan, mandi di pagi hari memberikan kenyamanan dan rasa segar, serta sarapan segelas susu dan roti memberikan kepuasan dan rasa kenyang. Kembali lagi bila salah satu belum terpenuhi, maka hormon kortisol bereaksi dengan kegelisahan, ketidaknyamanan, hingga stress.Â
Rutinitas membentuk mekanisme otomatis pada diri seseorang. Mekanisme otomatis yang sudah berlangsung dalam waktu lama akan menjadi resistensi yang sulit untuk dilakukan perubahan. Hal ini dikarenakan sesuatu hal yang dilakukan berulang dalam waktu lama melatih sel dan hormon dopamin yang ada di otak kita sebagai bentuk mekanisme dalam upaya bertahan hidup.Â
Bila jumlah hormon dopamin rendah maka seseorang dapat mengalami parkinson, kurang motivasi, sulit berkonsentrasi, sulit tidur, dan tidak bersemangat sedangkan hormon dopamin yang berlebihan dapat menyebabkan agresif, hiperaktif/terlalu bersemangat, hedonisme, selalu ingin merasa unggul, selalu ingin memberikan tantangan yang lebih besar pada diri sendiri, kecanduan, dan sebagainya.Â
Hormon dopamin yang dilepaskan oleh otak kita memiliki pengaruh yang signifikan pada diri kita. Hormon ini dapat mengendalikan diri kita dan dapat membentuk kepribadian kita. Hormon dopamin memang sangat berperan dalam psikologis manusia. Apa yang kita  rasakan dan alami dalam kehidupan ini, tentu sebagai respon dari hormon dopamin yang dilepaskan oleh otak kita.Â
Maka dari itu, kemampuan kita dalam mengendalikan pelepasan hormon dopamin sangat berpengaruh pada diri kita sendiri. Mengapa demikian? Sekali lagi bila hormon dopamin itu berlebihan maka seseorang akan mengalami depresi, delusi, hiperaktif, agresif, bipolar, dan sebagainya.Â
Apa yang menjadikan hormon dopamin berlebihan? Tentu saja kembali lagi pada kebiasaan. Ketika kita melakukan kebiasaan baik dan buruk yang berlebihan maka kita terus memicu pelepasan hormon dopamin secara terus-menerus.Â
Kehidupan yang semu dalam sosial media memicu orang bereaksi dengan melakukan hal yang sama. Sebagai ilustrasi, pada konten sosial media, seseorang memamerkan liburan dan makanannya yang mahal yang memicu banyak orang untuk mengikuti apa yang ditunjukkan orang tersebut. Konten lain, dimana seorang berhasil membeli tas branded mahal melalui hasil kerjanya sebagai konten kreator.Â
Kemudian, konten liburan dengan menyewa pesawat jet pribadi. Hal-hal fantastis yang kerap muncul pada sosial media ini menarik sebagian besar anak muda untuk mencapai standar kepuasan hidup tersebut. Mereka berlomba untuk memamerkan makanan cantik yang mereka makan di restoran, berlibur ke berbagai negara dengan style keren, menjadi konten kreator demi mencapai popularitas dan kekayaan, dan sebagainya yang berujung pada kehidupan hedonisme.Â
Seseorang yang terus memicu dirinya untuk mencapai standar dan nilai tertentu sebagai bentuk pengaruh sosial media dengan menampilkan kehidupan orang lain yang hebat, kaya, dan sukses, akan menjadikan seseorang terus memaksa diri untuk mengikuti standar masyarakat tersebut sehingga ia pun menjadi depresi yang berakhir dengan gangguan kepribadian seperti bipolar karena selalu agresif, terlalu termotivasi, dan bersemangat berlebih dalam melakukan sesuatu.Â
Kemudian seseorang yang juga selalu ingin beraktivitas dan merasa bersalah bila bersantai sejenak seperti menonton tv atau rebahan. Ia merasa sangat bersalah bila melewatkan hari tanpa kegiatan produktif lain setelah bekerja atau bersekolah.Â
Orang ini mengalami kecanduan produktivitas atau istilah lainnya ia mengalami keracunan kegiatan yang menghasilkan. Bila ia tidak melakukan kegiatan produktif maka ia cenderung menyalahi dirinya, kesal, gelisah, dan kecewa pada dirinya sendiri.Â
Setelah bekerja atau bersekolah, orang ini biasanya membaca, menulis kreatif, membuat konten sosial media/ youtube, dan atau kursus menjahit. Orang seperti ini tidak akan mudah untuk bersantai.Â
Memang orang seperti ini sangat banyak kita temui, atau bahkan kita sendiri merupakan orang seperti ini. Kegiatan produktif memang sangat positif dan memicu hormon dopamin bereaksi dengan kepuasan, kenyamanan, dan kebahagiaan dalam melakukan aktivitas produktif tersebut, namun apabila kegiatan produktif itu selalu dilakukan terus-menerus dan berlebihan maka tentu saja akan menjadikan seseorang kecanduan dengan kegiatan produktif.Â
Banyak orang yang mengalami gangguan emosional dan depresi karena selalu ingin produktif. Sebenarnya tubuhnya sudah memberikan alarm lelah, namun otaknya tidak dapat memberikan ketenangan sehingga memicunya untuk bereaksi dengan mencari kesibukan yang produktif.Â
Seseorang yang terlalu sering menghabiskan waktu dengan sosial media, menonton serial drama setiap hari, dan berinteraksi tanpa henti dengan telepon genggamnya, maka ia pun mengalami kecanduan kegiatan negatif.
Sama halnya juga seseorang yang sudah terbiasa merokok bertahun-tahun yang sulit dihentikan, makan makanan dan minuman manis, dan kecanduan alkohol juga mengalami kecanduan hal yang dikonsumsinya setiap hari.Â
Kecanduan dari kebiasaan baik atau buruk itulah yang membentuk karakter dan identitas kita. Orang yang kecanduan alkohol dan obat terlarang dapat membentuk kepribadian yang buruk dalam keluarga dan masyarakat, mereka pemarah dan pasti melakukan kekerasan fisik.
Otaknya melepaskan hormon dopamin secara berlebihan yang membuat seorang pecandu menjadi hiperaktif dan agresif. Demi memenuhi hasratnya dengan terus memupuk hormon dopamin, maka ia akan melakukan apapun sekalipun mengambil nyawa orang lain demi kesenangannya sendiri.Â
Maka tidak heran bila kita melihat banyak berita pembunuhan dengan logika yang tidak masuk akal. Di mana seseorang tega melakukan pembunuhan terhadap orang terdekatnya hanya demi sesuatu sepele seperti hasrat seksual yang tidak terlampiaskan karena kecanduan menonton video porno, kecanduan obat terlarang atau alkohol, kecanduan berjudi, dan hasrat yang sulit ditahan untuk memiliki sesuatu atau menguasai sesuatu seperti perhiasan, uang, dan atau kendaraan orang lain.Â
Demikian pula dengan kebiasaan yang sudah terbentuk dari malas melakukan kegiatan produktif seperti seseorang yang selalu ingin rebahan saja sambil main game di telepon genggam.Seseorang yang malas bekerja dan tidak termotivasi untuk berjuang karena sudah terbiasa hidup dengan orang tua yang mapan.Â
Seseorang yang tidak memiliki tujuan hidup dan ambisi, dimana ia hanya menjalankan hidup bergantung pada kehidupan orang lain, seperti seorang suami yang hanya di rumah saja sementara istrinya bekerja keras.
Kebiasaan buruk yang bersifat demotivasi ini dapat membentuk karakter seorang menjadi pemalas, pemurung, pendiam, dan tidak percaya diri. Hal ini bisa dan mungkin akan membuat kadar hormon dopamin berkurang, namun kurangnya hormon dopamin dapat terjadi karena asupan nutrisi dari makanan yang kurang.Â
Orang yang kurang hormon dopamin dapat mengalami gejala kekakuan otot, kram, gangguan pencernaan, sulit tidur, berat badan menurun, kesedihan mendalam, sulit berkonsentrasi, dan buruknya parkinson.Â
Orang yang sudah terbiasa malas bisa saja merasa malas tersebut merupakan kepuasan dan kesenangan baginya. Bila ia disuruh mencari kerja, melakukan suatu tugas, atau mengerjakan hal produktif, maka tubuhnya akan bereaksi dengan membentuk mekanisme pertahanan dengan respon hormon kortisol dalam bentuk kegelisahan, kecemasan, tidak nyaman, dan stress.Â
Orang tersebut mungkin saja akan mengikuti saran dengan melakukan suatu pekerjaan, namun itu tidak akan mudah baginya untuk mempertahankan diri melakukan pekerjaan tersebut terus-menerus, biasanya ia akan berhenti melakukannya di hari esok atau lusa, kemudian ia akan merasa nyaman kembali dengan mengunci diri di dalam rumah.Â
Maka, tidak heran apabila kita sulit untuk membuat seseorang yang sudah mengalami kecanduan rasa malas dan demotivasi untuk keluar dari zona nyamannya. Demikian halnya menyarankan seseorang berhenti dari kebiasaan merokok, minum alkohol, berhenti menonton video porno, makan makanan dan minuman manis serta bermain game.Â
Kemudian, orang yang kecanduan produktif juga sulit diberikan pencerahan untuk sedikit bersantai dengan menikmati hidup dengan menonton TV atau pergi berlibur.Â
Kesulitan ini terjadi karena dalam diri manusia sudah tertanam suatu pembiasaan diri yang terbentuk di otak. Memutuskan koneksi kebiasaan perilaku dengan sinyal di otak membutuhkan proses yang tidak sebentar, dimana hal ini memerlukan niat dan kesadaran dari diri orang tersebut untuk mengubah rantai kebiasaan terlalu baik dan buruk yang berlebihan.Â
Kemudian, Anda akan mulai memperhatikan orang di sekeliling Anda. Bahkan Anda juga akan mulai memperhatikan diri Anda sendiri. Hal yang terlalu mencolok untuk diperhatikan pada orang di sekitar kita yaitu kolega kita yang terlihat setiap hari rutin menghisap rokok elektrik, minum kopi kekinian, melihat sosial media, atau mengemil cemilan sambil bekerja.Â
Kolega yang selalu makan nasi padang setiap hari pada jam makan siang, anak yang selalu hanya makan jika makan nasinya pakai kerupuk  taro, dan seseorang yang tidak berhenti makan cemilan atau gorengan saat mengetik laporan.Â
Bahkan mungkin kita sendiri yang merupakan orang-orang dengan kebiasaan ini. Bagaimana bila kebiasaan ini diputus sejenak? Bisa saja kebiasaan ini akan kembali lagi walau hanya diputus beberapa hari saja. Kebiasaan tersebut sudah menjadi bagian dan mekanisme otomatis yang dibentuk pada otak dan tubuh kita. Maka sekali lagi sungguh tidak mudah memutuskan hubungan tersebut.Â
Kebiasaan dapat dibentuk dari hal-hal kecil yang sederhana. Dalam arti kebiasaan baik yang dapat mengubah kebiasaan buruk dalam kehidupan kita. Kebiasaan berolahraga merupakan kebiasaan baik yang memberikan beragam manfaat kesehatan pada tubuh.Â
Kebiasaan tubuh untuk berolahraga dapat dimulai dengan kebiasaan sederhana seperti berjalan kaki setelah pulang bekerja, melakukan peregangan di kursi kerja atau sebelum atau setelah bangun tidur, melakukan squad 10 kali, dan fitness di rumah dalam waktu 5 menit hingga 10 menit.Â
Kebiasaan kecil ini dilakukan setiap hari secara rutin, dapat dibentuk dengan langsung melakukan eksekusinya dengan skenario seperti ini, Anda telah menyiapkan pakaian olahraga di atas kasur atau ruang ganti pakaian, begitu Anda sudah pulang kerja, hendak mengganti pakaian, Anda langsung mengenakan pakaian olahraga yang memicu Anda untuk segera berolahraga setelah pulang bekerja. Lakukan kebiasaan ini sampai kebiasaan ini menjadi mekanisme otomatis pada tubuh Anda.Â
Kebiasaan kecil yang sederhana dapat menggerakkan tubuh untuk mulai mengirimkan sinyal ke otak terhadap kebiasaan baru tersebut, otak merespon dengan rekaman kecil yang dipelajarinya, setelah melalui pengulangan setiap hari yang rutin, maka rekaman pada otak menjadi stimulus yang merangsang tubuh terhadap kebiasaan rutin tersebut yang menjadikannya sebagai bentuk pembiasaan.Â
Pada awalnya kebiasaan baru yang baik seperti berolahraga atau makan makanan sehat rendah kalori akan menjadi hal yang sulit dibiasakan bila kebiasaan tersebut tidak benar-benar dilakukan secara nyata, di mana hal ini berkaitan dengan kurangnya motivasi dan rasa malas.Â
Hal tersebut mungkin hanya bertahan dilakukan selama beberapa hari saja. Maka dari itu, membangun suatu kebiasaan atau membentuk suatu pola baru dalam diri dan kehidupan seseorang butuh proses dan tindakan nyata untuk dilakukan.Â
Suatu hal yang menarik adalah ternyata kebiasaan tertentu dapat terbentuk pada diri seseorang sejak ia kecil. Terdapat suatu penelitian dimana empat anak kecil berusia 4 tahun disodorkan cookies cokelat dan lobak. Bila keempat anak mampu bertahan selama 1 jam untuk tidak makan cookies cokelat dan segera memakan lobak, maka anak yang dapat memakan lobak dan tidak memilih cookies akan mendapatkan reward cookies tersebut setelah memakan lobak. Dari empat anak tersebut, hanya 2 anak yang segera memakan lobaknya sementara 2 anak mematahkan cookies dan memasukkannya ke dalam mulut.Â
Dari hasil penelitian ini, anak yang makan cookies cenderung sulit menahan hasratnya, maka kemudian saat mereka dewasa berisiko mengalami overweight atau obesitas karena tubuh mereka tidak mampu menahan diri untuk tidak memakan cookies. Sedangkan anak yang memakan lobak ketika dewasa tetap memiliki tubuh dengan berat badan yang ideal.Â
Mereka memiliki kemampuan untuk menahan diri terhadap makanan yang tidak sehat tersebut. Ternyata, 2 anak yang segera memakan cookies dibesarkan dengan pola asuh dari orang tua yang memberikannya cemilan manis, dan makan makanan ultra proses seperti sosis dan ayam goreng kekinian. Sedangkan 2 anak yang memakan lobak mendapat pola asuh makan makanan bernutrisi dan sehat seperti protein daging dan sayuran.Â
Kebiasaan baik yang dibentuk sejak seseorang masih kecil dari pola asuh orang tua yang ketat dengan memperhatikan gizi dan nutrisi pada makanan yang dimakan oleh anaknya akan membentuk anaknya ketika dewasa nanti menjadi orang yang berberat badan ideal.Â
Demikian sebaliknya. Tentu saja, kebiasaan makan dan minum yang buruk sejak lama akan mempengaruhi kesehatan organ tubuh. Begitu pula kebiasaan tingkah laku yang buruk dapat mengganggu kenyamanan orang lain dan dalam kehidupan bermasyarakat.Â
Kebiasaan dari hal-hal kecil yang sederhana dapat dibentuk untuk meruntuhkan kebiasaan buruk yang merugikan diri sendiri. Kebiasaan kecil dengan berolahraga dapat mengikis kebiasaan buruk dalam merokok, minum alkohol, dan mengurangi berat badan berlebih akibat kebiasaan makan cemilan. Keluar dari zona nyaman yang membuat diri merasa lebih bersemangat dan termotivasi.Â
Namun, mencintai kebosanan juga merupakan kebiasaan yang dapat menyehatkan mental. Di mana, kita tidak terlalu sering menuntut diri untuk mencapai hal yang menjadi standar atau nilai dalam masyarakat seperti memiliki rumah mewah, pekerjaan dengan gaji 3 digit, dan sebagainya. Terlalu memaksakan diri pada akhirnya menyiksa diri dan berakhir dengan kesehatan mental yang buruk.Â
Apalagi saat ini sudah banyak konten kreator dan selebritis yang mengalami bipolar karena tekanan mental di mana mereka harus selalu produktif menghasilkan karya-karya kreatif yang dapat menghibur masyarakat. Mereka terus terpacu dengan menghasilkan jutaan like, subscribe, dan komen.Â
Demi mencapai hal tersebut, mereka menghabiskan seluruh waktu dalam hidup untuk mengumpulkan informasi, mengedit video, rekaman, membaca komen pelanggan, sibuk memeriksa email, dan sebagainya sampai lupa berinteraksi dengan orang nyata di sekelilingnya seperti pasangan, orang tua, dan anaknya. Pada akhirnya, ambisi dan ambisi yang dikejarnya membuat mental mereka tertekan dan berakhir dengan gangguan kepribadian.Â
Bagi Anda atau orang sekeliling Anda yang sudah menjadi kecanduan hal-hal buruk atau terlalu baik yang berlebihan seperti hal produktif yang berlebihan, Anda dapat menyarankan mereka untuk segera menemui psikolog atau psikiater profesional agar masalah mental mereka tertangani. Sadarkan mereka untuk kembali menjadikan diri ke kehidupan biasa yang sederhana dan tidak memperumit diri.Â
Putuskan dan perbaiki secara perlahan hubungan antara kebiasaan baik atau buruk berlebihan dengan otak dan tubuh. Biarkan tubuh dan otak rileks dengan demikian, tubuh dan otak akan kembali ke mode damai dan tenang. Berhenti kecanduan dari kebiasaan tertentu dapat dimulai dengan hal-hal sederhana yang dipupuk setiap hari seperti berolahraga ringan dengan berjalan kaki selama 5 menit hingga 15 menit.Â
Kehidupan seperti apa sih yang selalu ingin kita kejar?Â
Perbaiki diri untuk tidak sibuk melihat kehidupan orang lain.
Kurangi kebiasaan yang memperburuk mental.
Ciptakan kebahagiaan dengan berinteraksi dengan lebih banyak dengan orang-orang terkasih.
Kemudian, jauhkan diri dari dunia maya yang tidak pernah nyata seperti sosial media.Â
Referensi yang dapat Anda baca:
Clear, James. 2018. Atomic Habits. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta
Hormon Kortisol: Cara Kerja, Fungsi, dan Tips Mengontrolnya (doktersehat.com)
Mengenal Tanda Kekurangan Hormon Dopamin dan Cara Mengatasinya - Alodokter Â
Mengenal Hormon Dopamin, Fungsi dan Manfaatnya pada Tubuh (halodoc.com)
Kelebihan Dopamin, Apa Efek Sampingnya untuk Kesehatan? (halodoc.com)Â
Sasaki, Fumio. 2021. Hello, Habits. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H