"Iya, kalian fokus bantu saya saja," jawab Kang Asep.
Mereka semua merasa sedikit lega mendengar penjelasan tersebut, meskipun tetap merasa khawatir dengan apa yang akan terjadi nanti malam.
Saat malam tiba, tahlilan terakhir untuk ibu Budi dimulai. Para tamu sudah berkumpul, dan suasana sedikit tegang karena kabar tentang penampakan pocong yang sudah tersebar di antara warga. Doa-doa dipanjatkan dengan khusyuk, berharap malam ini menjadi akhir dari gangguan makhluk halus tersebut.
Namun, seiring berjalannya waktu, gangguan mulai muncul kembali. Lampu-lampu tiba-tiba padam, meninggalkan kegelapan yang pekat. Suara-suara aneh dan ketukan-ketukan pintu terdengar dari segala penjuru rumah. Para tamu mulai panik, beberapa warga bahkan memutuskan untuk pulang lebih awal.
Dalam kegelapan itu, Fikri, Adam, Roby, dan Budi melihat bayangan-bayangan putih melintas di halaman. Sosok-sosok pocong pinjol semakin banyak dan tampak semakin menyeramkan. Mereka melayang-layang dan mendekati rumah dengan gerakan yang menakutkan.
Lalu pocong-pocong itu berteriak, "Lunasi hutang saya!"
Semakin menambah ketakutan para warga dan tamu tahlilan hari ketujuh ibunya Budi. Budi melihat ke semua tamu yang hadir semuanya panik, namun ada satu orang yang sangat tenang sedari tadi, yaitu, ustaz Kaizen. Budi takjub dengan sikap tenangnya dalam situasi seperti ini, bahkan ia masih melanjutkan doa-doa dalam situasi gaduh riuh ketakutan para tamu tahlilan. Ustaz Kaizen adalah pemimpin doa tahlilan ibunya Budi, lalu Budi menghampirinya.
"Pak ustaz, bagaimana ini?" tanya Budi dengan nada panik.
"Kita fokus berdoa saja, Bud, pocong-pocong itu tidak nyata," ucap Ustaz Kaizen.
Tanpa banyak bertanya lagi, Budi langsung melanjutkan doa-doa tahlilan dengan fokus, dan benar saja Budi merasa gangguan-gangguan yang terjadi terasa hening.
Teman-teman Budi melihat Budi sangat tenang, lalu mengikutinya. Adam, Roby, dan Fikri ikut melanjutkan berdoa dan menyelesaikan tahlilan malam itu. Sementara itu, Kang Asep menghilang dalam kegelapan tidak tahu ia ke mana.