"Astagfirullah! Pocong!" teriak Roby sambil mundur ketakutan.
Budi langsung berlari mendekati Roby dan melihat pocong itu dengan jelas. "Ya ampun, Rob! Ini nggak bisa dibiarkan terus-terusan."
Adam dan Fikri, yang mendengar teriakan Roby, segera berlari ke ruang tamu. Mereka semua melihat pocong pinjol itu, yang kemudian menghilang secepat ia muncul.
Kang Asep, yang sedang di kamar mandi, segera datang setelah mendengar keributan. "Tenang, tenang. Ini memang ujian kita. Jangan sampai mereka membuat kita takut. Kita harus lebih banyak berdoa."
Mereka berempat mengikuti Kang Asep untuk berdoa bersama. Namun, gangguan pocong pinjol semakin menjadi-jadi. Setiap kali mereka berpindah tempat, sosok pocong pinjol selalu muncul, baik di kamar, di halaman, bahkan di kamar mandi. Hawa dingin dan bau busuk semakin terasa kuat, membuat mereka merasa mencekam.
Saat malam tiba, acara tahlilan hari keenam pun dimulai. Tamu-tamu sudah mulai berdatangan, dan suasana semakin ramai. Meskipun begitu, ketegangan masih terasa di antara Adam, Fikri, Roby, dan Budi.
Ketika acara tahlilan berlangsung, tiba-tiba lampu di rumah Budi padam. Suasana menjadi gelap gulita, dan dalam kegelapan itu terdengar suara ketukan pintu dan langkah kaki menyeret. Hati mereka semakin was-was, sementara doa-doa terus dipanjatkan.
"Kita harus tetap tenang. Jangan panik," kata Kang Asep dengan suara tegas.
Namun, ketakutan semakin memuncak ketika mereka mulai mendengar suara tangisan dan jeritan di luar rumah, tepat di kebun pisang milik Budi, sumber suara itu. Ketika lampu kembali menyala, mereka melihat beberapa tamu sudah pingsan karena ketakutan, sementara yang lain mencoba menenangkan diri dan melanjutkan bacaan Surat Yasin dan doa-doa lainnya sampai selesai.
Seusai tahlilan, warga yang ketakutan segera kembali ke rumah masing-masing. Sementara yang tadi pingsan, Kang Asep berupaya menyadarkannya. Setelah sadar, mereka langsung pulang sambil berlari ketakutan.
"Entah apa yang mereka lihat sampai pingsan seperti itu," ucap Kang Asep.