Mohon tunggu...
Abdul Fickar Hadjar
Abdul Fickar Hadjar Mohon Tunggu... Dosen - Konsultan, Dosen, pengamat hukum & public speaker

Penggemar sastra & filsafat. Pengamat hukum

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Kedudukan JPU dalam Konteks Upaya Hukum Peninjauan Kembali dalam Sistem Peradilan Pidana

30 Januari 2020   22:08 Diperbarui: 3 Februari 2020   22:03 295
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

Pasal  21 UU No. 1 tahun 1970 tentang Pokok pokok Kekuasaan Kehakiman 

"Apabila terdapat hal-hal atau keadaan-keadaan yang ditentukan dengan undang-undang, terhadap putusan pengadilan, yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap dapat dimintakan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung, dalam perkara perdata dan pidana oleh pihak-pihak yang berkepentingan",

 

Siapa dan dalam konteks apa "pihak-pihak yang berkepentingan / bersangkutan" mempunyai hak atau legal standing untuk mengajukan PK ? 

Untuk menjawab pertanyaan diatas, maka harus dilihat siapa pihak-pihak yang terlibat dalam system peradilan pidana di Indonesia. KUHAP secara jelas telah menyebutkannya, yaitu: 

  • Terlapor/Tersangka/Terdakwa/Terpidana;
  • Penyelidik/Penyidik;
  • Jaksa / Penuntut Umum;
  • Penasehat hukum / Advokat; dan
  • Hakim. 

Sistem peradilan pidana dapat dibagi dalam beberapa tahapan atau fase ajudikasi, yang terdiri: 

  • Fase Pra-Ajudikasi, yang termasuk didalamnya aktivitas-aktivitas : pelaporan / pengaduan /Tertangkap tangan, penyelidikan dan penyidikan dan pra-penuntutan;
  • Fase Ajudikasi, yang termasuk didalamnya pemeriksaan oleh hakim di pengadilan, dengan kehadiran  Jaksa Penuntut Umum dan Terdakwa didampingi/tidak  oleh Advokat;
  • Fase Purna Ajudikasi, yang merupakan kegiatan pelaksanaan hukuman di LP, dalam hal ini termasuk juga  upaya hukum baik biasa (Banding, Kasasi) maupun upaya hukum luar biasa dhi Peninjauan Kembali (PK), yang tentu saja dalam fase ini pihak-pihak yang berkepentingan adalah Terdakwa/Terpidana dan Jaksa Penuntut Umum.

 

Pada permohonan PK berdasarkan PTMKHT yang menghukum, pihak yang secara jelas mempunyai kedudukan hukum (legal standing) adalah Terpidana atau ahli warisnya. Adalah tidak mungkin secara logis yuridis Terpidana atau ahli waris mengajukan upaya hukum PK terhadap PTMKHT yang meskipun telah terbukti sesuai dakwaan tetapi tidak diikuti oleh pemidanaan, karena dapat dipastikan putusan tsb.  membebaskan atau melepaskannya.

 

Siapa  pihak yang dapat mempunyai hak dan kewenangan (legal standing) mengajukan upaya hukum PK terhadap PTMKHT yang apabila suatu perbuatan yang didakwakan dinyatakan terbukti, tetapi tidak diikuti oleh pemidanaan ? Tentu tidak mungkin Terpidana atau ahli warisnya. Yang merupakan pihak yang mempunyai kepentingan atau yang bersangkutan dalam perkara aquo adalah Jaksa Penuntut Umum. Beberapa Yurisprodensi Mahkamah Agung[3] menafsirkan pihak yang berkepentingan dalam konteks Pasal 263 ayat (3)  KUHAP adalah Jaksa, bahkan dapat disimpulkan bahwa ketentuan Pasal 263 ayat (3) KUHP tersebut ditujukan kepada Jaksa, karena Jaksa Penuntut Umum adalah pihak yang paling berkepentingan agar keputusan hakim dirubah, sehingga putusan yang berisi pernyataan kesalahan Terdakwa tapi tidak diikuti pemidanaan dapat dirubah dengan diikuti pemidanaan terhadap Terdakwa. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun