“tidak-tidak Nita, kau tertipu, lihat, aku menyembunyikannya di bawah sini, bukan di belakang kerah bajuku.” Ia tertawa lagi.
“John!”
Ia masih tertawa.
“John! Hentikan! Aku tidak suka jika seperti ini, aku bosan denganmu. Apa kau merasakannya? Benar, kau sama sekali tidak menarik bagiku. Pantas saja ia meninggalkanmu. Karena kau membosankan, John. Tidak kah kau tahu itu? Aku bosan denganmu. Mengapa kau tidak pernah mengerti?”
John terdiam. Beberapa orang yang duduknya berdekatan denganku menoleh kearah kami. Mungkin karena suaraku yang keras tadi.
Raut wajah John berubah. Entah aku mengertikannya sebagai marah atau kecewa. Tapi aku hanya tidak bisa jika terus-terus seperti ini. Aku melihat kearah John yang tengah terdiam di hadapanku sambil memegang sendok yang ia gunakan tadi sebagai sulapnya.
“mengapa kau tidak pernah mengatakannya?”
Aku menyinyirkan dahi. “maksudmu?”
“mengapa kau tidak pernah mengatakan jika kau merasa bosan? Selama ini aku berusaha mencari kesenangan denganmu, tapi aku takut jika aku salah bertindak seperti saat itu. Akhirnya aku mengingat apa yang membuatmu tertawa. Yaitu sulapku.”
“ya, tapi itu saat kau pertama kali memperlihatkannya kepadaku. Sekarang aku sudah bosan.”
“karena kau tak pernah mengatakannya, Nita. Aku pikir kau menyukai sulapku karena kau selalu terseyum. Aku tak tahu kau bosan dengan sulapku. Karena kau selalu terdiam. Apa yang kau harapkan? Aku mengertimu ketika kau terdiam? Baik sekarang aku akan diam selama dua menit. Jika kau tidak tahu apa yang aku inginkan,.. aku akan pergi.”