“Rin, sudah berapa bulan aku resmi jadi istri?”
“Aduh, Kay. Pertanyaan macam apa ini?”
“Rin, jawab,” pintaku.
“Masuk bulan ke tiga. Ada apa sebenarnya, Kay?” tanya Airin kebingungan.
“Mas Firman. Aku tidak mengenalinya lagi semenjak minggu ke tiga pernikahanku. Di mataku, romantisnya hanya karena ingin menutupi sesuatu,” aku meluapkan isi hatiku.
“Kay, kamu sadar dengan yang kau ucapkan?”
“Sangat sadar, Rin. Sudah banyak bukti yang kuperoleh. Bahkan dengan mata kepalaku sendiri aku melihat kemesraannya dengan wanita lain.”
“Apa mungkin setega itu? Kulihat Mas Firman laki-laki ideal untuk seorang suami.”
“Kau tak percaya? Aku juga tidak percaya mengapa Mas Firman setega itu?”
Kucoba menahan air mata agar tidak jatuh lagi, namun gagal. Pertahananku jebol, air mata pun meluncur deras. Airin mendekapku erat.
“Aku sedang mengandung, Rin.”