"Wanita tadi adalah istriku yang dulu sering aku antar ketika turun dari Bis di Terminal baranangsiang"
"Dia adalah salah satu anugerah terbesar yang Allah pernah berikan pada Bapak, disamping tentunya anugerah-anugerah atau kenikmatan-kenikmatan lainnya."
"Bapak takut lupa, Bapak takut lalai dalam mensyukuri nikmat-nikmat tersebut"
"Untuk itulah setahun sekali, di hari ulang tahun pernikahan, jika hari itu hujan turun Bapak melakukan hal ini sekedar mengenang dimana Bapak dulu dan dimana Bapak sekarang. Bukan berarti Bapak dulu menderita, bahkan sebaliknya dulupun Bapak begitu menikmati hidup karena Bapak yakin sedang menapaki perjalanan menuju masa depan yang lebih baik. Seperti seorang pendaki gunung yang tidak pernah mengeluhkan rintangan-rintangan yang dihadapinya ketika mendaki menuju puncak. Perjalanan yang berat menuju puncak adalah tantangan menarik bagi pendaki sejati."
"Maaf Mas, Bapak jadi ngelantur sok pintar seperti ini"
Aku yang sedari bengong mendengar kisah luar biasa dari si kakek pengojek payung sekaligus, pemilik Alphard ini seperti tidak sudi kalau cerita ini diakhiri.
"Apakah ini rumahnya ?" sambung si Bapak
Rupanya di Bapak dapat dengan mudah menebak rumah ibuku karena memang ada Mercedes yang terparkir di Car Port. Ya...Mercedes tua yang kubanggakan kepada si kakek pemilik Toyota Alphard.
"Mampir dulu pak.." Aku sangat berharap si Bapak mau mampir dan meneruskan ceritanya, aku ingin mendapatkan lebih banyak ilmu hidup yang nyata, bukan sekedar teori.
"Maaf Mas, saya sudah ditunggu oleh keluarga di rumah. insyaAllah kita bisa dipertemukan lagi oleh Allah." si Bapak bergegas menerima payung dariku dan berjalan menuju Toyota Alphard yang sudah terparkir di depan rumahku.
Aku hanya bisa tertegun menatap langkahnya hingga naik ke mobil yang langsung melaju dan menghilang dalam lebatnya hujan.