"Ada yang mau gak Bi mengantarkan kita sampai ke rumah nenek?, bukankah lumayan jauh buat mereka?", anakku masih ragu
"Mereka semua cari duit Dhil, kalau harga sepakat, mereka berangkat"
Fadhil tersenyum mendengar kalimat terakhir yang terdengar seperti pelajaran hidup.
"Kita tunggu pengojek payung lewat saja" aku menambahkan
"Payung......payung", teriakku ketika melihat seorang pengojek payung yang baru saja mengantarkan pelanggannya naik angkot.
Alhamdulillah teriakan mantan rocker ini mampu menembus suara derasnya hujan, pengojek payung itu ternyata seorang kakek yang tadi kulihat di kerumunan pengojek payung lainnya. Semuanya tergolong remaja sampai anak kecil, kakek ini satu satunya pengojek payung yang sudah berumur.
Pak, mau gak mengantarkan kami ke lolongok ? saya bayar 20 ribu" lanjutku dengan mantap karena aku yakin tawaranku sangat menarik. Tadi saja ongkos taxi online yang tertera dalam hp cuma 18 ribu.
"Mangga", si Kakek tersenyum ramah sambil menyerahkan payungnya pada kami.
"Kang terima kasih ya", aku permisi kepada tukang Batagor dengan lega lepas dari kemungkinan kecelakaan yang sangat fatal.
"Biar Fadhil yang pegang payungnya Bi", Fadhil berusaha merebut payung dari genggamanku.
"Biar kita berdua saja, nanti Abi ga kebagian" sahutku dengan nada bercanda