"Lalu mengapa tak ada satupun dari mereka yang membantu bapak secara finansial maksud saya keuangan", kadang saya lupa memakai "bahasa koran" tanpa mempertimbangkan siapa yang sedang saya ajak bicara.
"Sehingga bapak tidak harus bersusah-payah mencari uang dengan berbasah-basahan seperti ini ?" secara spontan pertanyaan ini muncul karena jelas ada fakta yang membantah bahwa mereka semua adalah anak-anak yang berbakti.
"Alhamdulillah penghasilan saya cukup untuk menghidupi istri dan menyekolahkan anak-anak yang masih menjadi tanggungan saya" jawabnya dengan nada datar.
Sering sekali saya mendengar kata "cukup" yang datang dari orang-orang yang tergolong tidak sukses secara materi seperti pengojek payung ini.
Kriteria cukup ini memang berbeda untuk setiap orang, buat saya penghasilan yang cukup berarti, cukup untuk makan, minum beli rumah, beli mobil, menyekolahkan anak di sekolah yang mempunyai prestasi bahkan di luar negeri, untuk tamasya ke luar negeri, juga cukup untuk membantu keluarga atau orang-orang yang tidak mampu. Sementara ada orang yang sudah merasa cukup ketika sudah mampu makan dan mempunyai tempat tinggal walaupun sekedar mengontrak dan pada saat mampu menyekolahkan anak sampai SLTA pun sudah sebuah prestasi.Â
Namun kata cukup ini tidak dikenal oleh orang yang mempunyai sifat serakah. Sering saya dengar dari orang yang tergolong kaya raya bahwa ia belum apa-apa dibanding dengan orang lain. Ketika memiliki motor, dia membandingkannya dengan temannya yang mempunyai mobil, ketika sudah mempunyai mobil, dia membandingkannya dengan yang mempunyai mobil mewah, ketika sudah mempunyai mobil mewah
Dia membandingkannya dengan yang mempunyai pesawat pribadi, dan saya yakin orang serakah tidak akan pernah merasa cukup, akan selalu merasa kurang sehingga akan susah menjadi orang yang bersyukur, dan kita semua tahu bahwa kemampuan manusia untuk bersyukur sangatlah penting untuk dapat hidup bahagia. Dan Allah akan melipat-gandakan nikmatNya ketika kita bersyukur. Semakin manusia bersyukur, semakin bahagia dalam hidup.
"Berarti bapak sudah cukup bersyukur dong dengan keadaan seperti ini" tanyaku sekedar ingin mengetahui kemampuannya untuk bersyukur. Baru saja si Bapak ini membuka mulut untuk menjawab, tetapi terpotong oleh sapaan seseorang dari dalam mobil yang berhenti persis di sebelah saya dan si kakek pengojek payung yang sedang berjalan beriringan.
"Pasti ingin menanyakan alamat" gumanku
Kaca belakang mobil Toyota Alphard terbuka dan langsung kedengar teriakan teriakan anak kecil
"Opa.......opa......aku ikut dong ujan-ujanan", reflek aku menghentikan langkah sambil menatap si pengojek payung yang juga balik menatapku dengan raut senyum yang memang sedari tadi selalu menghias wajahnya ketika berbicara, namun baru sekarang aku dapat memaknai senyum ini dengan benar, senyum seorang yang sarat dengan pengalaman hidup, senyum bijaksana yang mampu mengelabui seorang yang merasa sudah bijaksana seperti aku,