Tidak perlu menatapku seperti itu, ketika mata kami bertemu seperti ia melupakan suaminya dan siap untuk menyuapiku satu rantang penuh makan siang dengan lauk lodeh daun singkong dan sambel terasi. Aku siap menggigit satu demi satu suapanmu Ro, kamu terlalu cantik untuk menjadi istri Burhan penjilat itu. Nanti kita akan ketemu lagi Ro, palingkan mukamu terlebih dahulu agar aku bisa fokus dicaci-maki warga 3 desa yang berkumpul jadi kubangan emosi ini.
Sisa mabuk semalam bersama Dimbel ternyata masih menempel di sendi-sendi kepalaku, bikin pening, aku belum sepenuhnya bangun dan siap menghadapi protes pagi ini. Lalu aku tersadar badanku masih digoyang-goyang seorang pemuda yang meneriaki tepat di depan wajaku yang melamun.
"Hah... Apaa??"
"Desa sebelah petilasan mass!!"
"Hahh??"
"Sebelah makam yang baru ituu lhoo mass!!"
"Iya-iyaa sebentar saya akan membuat surat ke Puskesmas"
"Kelamaan mass, orang-orang sudah mau mati!!!"
"Yasudah, kalian semua bubar dulu, saya langsung menuju pusat kesehatan kota, dan minta bantuan!"
"Kami mau tetap disini mass!!"
"Wesss Bodoooaa Laahh!!"