Mohon tunggu...
Farobi Fatkhurridho
Farobi Fatkhurridho Mohon Tunggu... Freelancer - Saya bekas mahasiswa sastra yang malas cari kerja

Sudah saya bilang, saya bekas mahasiswa sastra yang malas cari kerja

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Memento Mori

27 Februari 2020   12:26 Diperbarui: 27 Februari 2020   12:28 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Ucapkan kata-kata lain !" seruku sambil sedikit menggigit daun telinganya.

Aku cukup terganggu dengan bisikan nya tepat ditelingaku, kenapa ia tidak mengucapkan hal lain. Padahal pengalaman seks malam ini cukup menyenangkan bersama Maria, tapi bisikan nya membuat kepalaku pening.

"Kematian mengelabuimu.."

Cukup sudah aku muak dan jengkel dengan ocehan nya. Seketika selesai berhubungan aku mengambil senapan di laci dan mengarahkan tepat di tubuh telanjangnya. Tapi yang terjadi kata-katanya semakin menggema dikepalaku, tanganku tidak bisa menarik pelatuk. Tanganku bergerak tanpa kendali mengarah ke kerongkonganku sendiri lalu jariku menarik pelatuknya dan peluru menembus menghancurkan isi kepalaku.

Kalau kami tidak pulang malam ini biarkan Ayah Maria kesepian dalam gelapnya menunggu sebenar-benarnya kematian, menjadi pendeta barangkali cocok untuknya. Aku berharap Maria mengandung dua anak kembar sepasang laki-laki dan perempuan. Pengarang cerita kematian penuh dusta, kebahagiaan berangsur gelap sampai kematian keliru menemukan kebohongan mana yang harus dikelabui.

---

Farobi Fatkhurridho

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun