Mohon tunggu...
Farobi Fatkhurridho
Farobi Fatkhurridho Mohon Tunggu... Freelancer - Saya bekas mahasiswa sastra yang malas cari kerja

Sudah saya bilang, saya bekas mahasiswa sastra yang malas cari kerja

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Memento Mori

27 Februari 2020   12:26 Diperbarui: 27 Februari 2020   12:28 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ternyata Maria benar-benar menarik, aku pernah beberapa kali menjemputnya di tempat kerja dan mengantarnya pulang ke rumah. Meski bekerja lebih dari 8 jam sehari ia tetap wangi, yang paling aku sukai adalah lekukan kakinya apabila di lihat dari belakang. Badan nya ramping namun berisi, itu yang membuat mata lelaki di tempat kerjanya selalu memandangiku sinis ketika menjemputnya pulang.

Untung ayahnya sudah mulai kehilangan penglihatannya semasa Maria beranjak begitu seksi kalau tidak bisa terjadi hal yang tidak diinginkan mengingat ayahnya yang super mesum itu. Namun beberapa kali aku mendengar kalau ayahnya sekarang rutin mengikuti pengajian di masjid dekat rumah. Kata Maria, ayahnya sangat ingin membantu sebagai tukang gali kubur tapi orang-orang di sekitar tidak pernah mengizinkan karena sudah cukup tenaga untuk tukang gali kubur dengan upah yang sangat minim.

Meskipun ayahnya sering datang ke pengajian tapi ia tidak pernah beribadah sama sekali, lalu karena ia kehilangan penglihatan banyak orang yang percaya bahwa ia mahir pijat dan urut. Ada saja yang datang tiap hari untuk diurut karena pergelangan yang terkilir atau badan yang masuk angin.

"Mbak gak pengin nikah ?"

"Gak ngerti, udah bosen juga hidup disini, tapi mager kemana-mana.."

Di jalan dengan sengaja dan penuh kesadaran aku mencium bibir Maria, ia tidak menolak tapi juga tidak merespon sambaran bibirku dengan nafsu. Iya hanya diam dan mengikuti kemana bibirku menggerakan bibirnya.

"Pulang ke kos ku yuk !"

"Boleh, mampir minimarket ujung situ ya"

Aku menunggu saat ini, jantung berdebar-debar dan bibirku gemetar. Aku menyiapkan senapan yang aku taruh di laci kamar kos ku ini. Tapi semakin aku melihat paras Maria yang duduk bersila di kasur membuatku ingin sejenak berbaring di pangkuan nya. Kami berdua sama-sama tahu kami akan bercinta malam ini, lalu aku lupa akan tujuanku menembak kerongkongan nya.

Maria berbisik kalimat yang sama setiap dua menit sekali selama kami bercinta, meskipun aku mencoba menghiraukan nya tapi tetap saja cukup mengganggu.

"Kamu dikelabui kematian.."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun