"Ucapkan kata-kata lain !" seruku sambil sedikit menggigit daun telinganya.
Aku cukup terganggu dengan bisikan nya tepat ditelingaku, kenapa ia tidak mengucapkan hal lain. Padahal pengalaman seks malam ini cukup menyenangkan bersama Maria, tapi bisikan nya membuat kepalaku pening.
"Kematian mengelabuimu.."
Cukup sudah aku muak dan jengkel dengan ocehan nya. Seketika selesai berhubungan aku mengambil senapan di laci dan mengarahkan tepat di tubuh telanjangnya. Tapi yang terjadi kata-katanya semakin menggema dikepalaku, tanganku tidak bisa menarik pelatuk. Tanganku bergerak tanpa kendali mengarah ke kerongkonganku sendiri lalu jariku menarik pelatuknya dan peluru menembus menghancurkan isi kepalaku.
Kalau kami tidak pulang malam ini biarkan Ayah Maria kesepian dalam gelapnya menunggu sebenar-benarnya kematian, menjadi pendeta barangkali cocok untuknya. Aku berharap Maria mengandung dua anak kembar sepasang laki-laki dan perempuan. Pengarang cerita kematian penuh dusta, kebahagiaan berangsur gelap sampai kematian keliru menemukan kebohongan mana yang harus dikelabui.
---
Farobi Fatkhurridho
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H