"Saudara saksi ?" tanya Anwar dengan nada tegas.
"Saudara tentu telah mengenal Ayah saudara. Sejauh ini apakah ada perbuatan atau kebiasaan yang setidaknya merugikan kepada diri saudara saksi ?"
Julianti berpikir, mencoba menguras memori masa lalu sebelum menjawab pertanyaan, "Sejujurnya tidak banyak kebiasaan yang bisa jadi contoh baik bagi kami, tetapi bukan berarti buruk kebiasaan itu.."
"Bukan berarti buruk ? bisa diberikan contohnya ?"
Julianti memandang mata Anwar. Dia tahu pertanyaan ini akan muncul, sebelumnya dia telah menyiapkan jawabannya, tetapi tidak tahu mengapa mulutnya tampak begitu gemetar ketika hendak menghanturkan beberapa kata.
Rina mengangkat tangan, "Keberatan Majelis, saya pikir sebelum saksi menjawab pertanyaan Penasehat Hukum alangkah lebih baik saksi menghadap ke arah Majelis Hakim"
"Saksi bisa melihat ke kami, bila gugup menjawab"
Anwar mengangguk kepada Julianti. "Baiklah yang mulia. Kebiasaan buruk ayah adalah...."
                                                                       *
Tahun 2005, Anwar yang masih berusia 17 (tujuh belas) tahun sedang sibuk membolak-balikan koran di atas meja makan. Dia sedang mencari Perguruan Tinggi Negeri yang akan mengadakan tes masuk bersama untuk Tahun Angkatan 2005. Kedua mata dipasatkan di tiap lembar topik berita yang terdapat di koran cetak itu, bahkan Anwar begitu acuh dengan Ibunya, Jaminah, yang sedang sibuk memasak lauk malam.
"Anwar bisa bantu Ibu sebentar.." minta Jaminah