Mohon tunggu...
M Alfarizzi Nur
M Alfarizzi Nur Mohon Tunggu... Lainnya - Paralegal Posbakumadin Lampung

Paralegal yang senang bertutur melalui tulisan

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Pohon Kehidupan (Chapter 2)

6 November 2024   09:00 Diperbarui: 6 November 2024   09:08 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seorang ayah dan anak yang baru lahir (sumber: ebiri.blogspot.com)

"Kamu jangan seenaknya bicara !. Aku ini tiap hari bekerja cari uang, masa iya kamu hanya memastikan soal pendidikan Anwar ini saja tidak bisa !"

"Hiks, hiks.." Jamilah tertunduk lemas, sebagai seorang wanita wajar bila dirinya meneteskan air mata. "Nangis ?!, ayolah Jamilah. Kau itu beruntung dijodohkan oleh ayahmu kepadaku, jujur saja aku berhutang jasa kepada ayahmu !" lanjut Rojali hingga tidak menyadari kalau Anwar telah berada di bilik dinding yang memisahkan ruang keluarga dan ruang makan.

Suara buku terjatuh, Rojali dan Juliana, menoleh dan melihat Anwar yang telah berdiri kaku. Malam itu Anwar telah diliputi oleh perasaan geram terhadap sang ayah: air mata menderai, tubuh bergedik gemetar, kedua tangan mengepal, dan nafas yang tersengal. Dia akan sangat ikhlas bila sang ayah memarahi dirinya karena kelalaian yang telah dirinya perbuat, baginya itu cara yang lebih bijak dan jantan. Namun setelah mengetahui kalau ibunya justru yang disalahkan atas kelalaian dirinya itu, Anwar tidak bisa menahan diri, sebab ini bukan pertamakalinya Rojali membentak dan memaki Jamilah hingga menangis karena permasalahan mereka sebagai anak. Anwar akan terus terang kalau itu tidak adil.

"K---kau berhentilah menjadi hakim. Bi---bila terus membentak Ibu.." ujar Anwar dengan gemetar takut.

"War kembali ke kamarmu sekarang !" perintah Rojali

"A---aku sudah m---muak.."

Tekad Anwar telah bulat, dia beranjak dari tempatnya berdiri dan melemparkan buku komik ke arah Rojali dan bergegas berlari ke arahnya seperti hendak menerjang. "Hentikan !" Juliana berteriak dan mencoba menahan laju Anwar. "Mau apa kamu ?!" sebaliknya Rojali juga mencoba memberikan perlawanan.

Malam itu adalah mimpi buruk yang ingin dihilangkan oleh Anwar. Dia ingin melupakan semua kekhilafan yang telah dirinya lakukan semua itu, tetapi peristiwa itu selalu hinggap di dalam pikirannya. Dalam benaknya melawan masa lalu itu, dia mencoba mencari pembelaan agar dapat menenangkan rasa kegundahan dalam pikirannya itu. Namun itu semua sia-sia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun