"Baru datang toh, langsung hadirkan saja kalau begitu Penasehat Hukum. Hari ini sidang kita cukup banyak.."
"Baik Yang Mulia Hakim.."
Anwar memanggil Saksi Julianti untuk masuk ke dalam ruang persidangan, sebelum diri saksi duduk Anwar membisikan sesuatu kepada Julianti, "Berkata sejujurnya dan jangan pernah ragu menyampaikan kebenaran. Oke ?" minta Anwar.
Julianti mengangguk dan duduk di kursi tengah yang langsung menghadap ke arah meja Majelis Hakim. Gesturnya cukup tegang, tetapi dirinya cukup pintar dalam menyembunyikan kegugupan. Bagi Anwar dia adalah saksi yang penting guna menjelaskan alasan sang kakak melakukan kekerasan kepada diri ayah kandungnya. Pasalnya Julianti selaku sang adik sang memahami hiruk pikuk keributan yang terjadi di dalam rumah yang menurut dia memang selalu diawali oleh kemarahan sang ayah.
Majelis Hakim memeriksa identitas Julianti, tetapi di seberang meja Anwar terlihat ekspresi Rina yang cukup sumringah, Anwar tahu kalau Rina dikenal dengan Jaksa yang cukup kritis  di dalam sidang, tetapi santai di luar sidang. Dia pintar dalam berdialektika dan memanfaatkan kecerobohan saksi dalam memberikan keterangan. Kehatian-hatian diperlukan, pikir Anwar.
"Saudari seorang muslim ?"
"Ya saya beragama islam, nama dan perawakan saja yang seperti non-muslim" ujar Julianti bercanda.
"Tok !" ketuk palu oleh Ketua Hakim sebanyak 1 (satu) kali
"Saudari harus dijaga ya tata kramanya. Ini ruang sidang, bukan kedai kopi.." tegur Ketua Hakim dengan perawakan kisut dan lesuh itu. Jelas kalau dia adalah hakim senior yang keberadaanya harus dihormati dan dimuliakan, terutama pada sidang-sidangnya.
"Saudara Penasehat Hukum dipersilahkan untuk pertanyaannya, mohon jangan bertele-tele. Perkara kami banyak hari ini"
"Siap majelis.."