Kelak sikapnya akan menjadi sumber malapetaka untuknya.
Empat hari kemudian nona Liu datang untuk mengepas penutup gaun tersebut. Ia memberiku segepok uang yang terbungkus dalam kantong kain sutra berbordir huruf kanji melambangkan kemakmuran yang langsung kutolak.
"Anda tidak usah melakukan itu. Cukup Anda bayar ongkos jahit sesuai biasanya," tolakku sambil mengambil jahitanku, bersiap membantunya melakukan pengepasan.
"Ah aku jadi tak enak. Engkau rugi besar gara-gara ulahku."
Aku mengibaskan tangan. "Tak usah nona pikirkan. Segala yang harus terjadi musti terjadi."
Ia merespon sikapku menghampiriku. Secara spontan memelukku dari belakang.
"Aku punya cara lain untuk membayarmu tuan penjahit," desahnya tepat di telingaku seraya mempererat pelukannya. Tangan kanannya mulai menggerayangi pangkal pahaku. Gerakannya sangat terukur dan profesional.
"Bagaimana kalau kutemani kau tidur semalam secara cuma-cuma?" Ajaknya. "Kurasa sudah terlalu lama adik kecilmu tidak kau gunakan sebagaimana mestinya."
Kurasakan diriku bagai dialiri arus listrik bertegangan tinggi. Sekujur tubuhku serasa membara. Spontan kusingkirkan tangannya. Lalu menghelanya keluar dari kedai. Menentang tatapannya yang sayu menggoda dengan dingin.
Ia terkejut. Harga dirinya terpukul. Sambil memakiku beranjak pergi.
"Dasar lelaki tak berguna! Cuma kau yang berani menolakku."