Bahkan terasa seperti buah simalakama jika anak mendebat Anda, bahwa ternyata saat ini game bisa menjadi ladang penghasilan karena diperlombakan sampai tingkat dunia dengan hadiah uang lumayan besar.Â
Lalu bagaimanan Anda menjawab perdebatan mereka, jika selalu uring-uringan menyikapi game?
Memang tak semua orang bisa sukses mendulang uang melalui permainan game, namun juga jika larangan itu dengan kekerasan dan alasan yang tak bisa dipahami, maka percayalah akan membuat anak makin penasaran dan menggilai game.
Jadi sebetulnya siapa yang salah? Orangtua yang sewaktu anak masih kecil memberikan game agar anak tidak mengganggu pekerjaannya? Ataukah anak-anak yang kecanduan game karena menganggapnya sebagai pengganti sosok ortu di saat rewel saat kecil dulu? Ataukah produsen game, kenapa harus membuat game? Semuanya bagaikan kotak pandora yang sulit ditebak dan dipecahkan.
Jadi kesimpulannya, jangan pernah memperkenalkan game sedetikpun jika tak ingin anak kecanduan game di kehidupan selanjutnya.Â
Tapi mungkinkah hal itu bisa terwujud di jaman globalisasi inI? Orangtua sibuk bekerja, agar anak tidak mengganggu pekerjaannya maka diberikanlah game, orangtua aman.Â
Pembantu di rumah agar pekerjaannya tidak terganggu, diberikanlah anak majikan game, pembantu aman. Produsen game menjual game, yang penting dapat duit, perusahaan aman.Â
Lalu di mana titik kesalahan anak? Apakah akibat tak bisa membagi waktu karena ingin selalu bersama gamenya sebagai sosok penghibur pengganti keberadaan orangtua di saat dia resah gelisah dalam rewelnya saat kecil dulu.
Game telah menjadi sosok orangtua pengganti bagi anak, sementara orangtua asli merasa tersisihkan. Mengapa bisa terjadi?Â
Kembali ke bagaimana cara orangtua mengasuh dan membesarkan anaknya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H