MATERI 4
(POSITIVISME HUKUM)
Aliran Positivisme Hukum atau Hukum Positif adalah salah satu mazhab penting dalam filsafat hukum yang menekankan pemisahan tegas antara hukum dan moral. Konsep utama dalam positivisme hukum adalah perbedaan antara hukum yang berlaku atau das sein (realitas hukum saat ini) dan hukum yang seharusnya atau das sollen (hukum ideal). Pandangan ini mengajarkan bahwa hukum harus dipahami hanya sebagai aturan yang ditetapkan oleh otoritas yang sah, tanpa mempertimbangkan apakah aturan tersebut adil atau tidak. Dalam positivisme, hukum adalah aturan yang tertulis dan harus ditaati karena ditetapkan oleh penguasa yang berwenang.
Positivisme hukum sangat menekankan pentingnya hukum tertulis dan berpendapat bahwa tidak ada norma hukum di luar hukum positif. Dengan kata lain, semua persoalan di masyarakat harus diatur secara eksplisit dalam peraturan tertulis. Para pendukung aliran ini percaya bahwa hukum dibuat oleh kekuasaan yang sah, dan kekuasaan itulah yang menjadi sumber utama hukum. Hukum dianggap sebagai sistem tertutup yang tidak perlu dipengaruhi oleh norma moral, sosial, atau politik.
Aliran positivisme hukum terbagi menjadi beberapa jenis, di antaranya adalah Aliran Hukum Positif Analitis yang dipelopori oleh John Austin dan Aliran Hukum Murni yang dikembangkan oleh Hans Kelsen. Menurut John Austin, hukum adalah perintah dari penguasa yang memiliki kekuatan untuk memberikan sanksi. Austin mendefinisikan hukum sebagai aturan yang dibuat untuk membimbing perilaku manusia oleh otoritas yang lebih tinggi. Sementara itu, Hans Kelsen mengembangkan teori hukum murni (Reine Rechtslehre), yang berfokus pada hukum sebagai sistem normatif yang bebas dari pengaruh moral dan sosial. Kelsen berpendapat bahwa satu-satunya sumber hukum adalah undang-undang, dan hukum harus dianalisis secara ilmiah sebagai struktur rasional.
Selain itu, terdapat juga Positivisme Sosiologis yang dipelopori oleh Auguste Comte. Berbeda dengan positivisme yuridis, positivisme sosiologis melihat hukum sebagai bagian dari kehidupan masyarakat yang dinamis dan berubah seiring perkembangan sosial. Menurut pandangan ini, hukum harus diteliti melalui metode ilmiah untuk memahami keterkaitannya dengan realitas sosial. Pendekatan ini menekankan bahwa hukum bersifat terbuka dan harus terus menyesuaikan dengan perkembangan masyarakat.
Kelebihan positivisme hukum adalah memberikan kepastian hukum, menciptakan ketertiban masyarakat, dan memastikan keadilan berdasarkan hukum yang berlaku. Dengan adanya aturan hukum yang jelas dan tertulis, masyarakat dapat memahami kewajiban dan hak-haknya dengan lebih baik. Namun, kelemahan dari positivisme hukum adalah sulitnya mencapai keadilan sosial karena hukum hanya berfokus pada teks undang-undang dan mengabaikan kondisi moral serta kebutuhan masyarakat. Sistem hukum yang tertutup juga rentan dipengaruhi oleh kepentingan politik dari penguasa, sehingga dapat merugikan keadilan substantif.
Penerapan positivisme hukum dalam praktik berimplikasi pada kewenangan pemerintah untuk menetapkan hukum yang rasional dan logis, serta penerapan hukum yang harus objektif, terukur, merata, dan adil. Namun, kritik terhadap positivisme hukum datang dari berbagai aliran seperti Hukum Bebas, Hukum Progresif, dan Studi Kritis Hukum Modern yang menekankan bahwa hukum tidak hanya terdiri dari undang-undang tertulis, tetapi juga harus mempertimbangkan nilai-nilai moral, keadilan, dan praktik yang dijalankan oleh aparat hukum. Pendekatan ini menekankan pentingnya menyesuaikan hukum dengan kebutuhan masyarakat demi mencapai keadilan yang lebih substansial.
Secara keseluruhan, positivisme hukum memainkan peran penting dalam membentuk sistem hukum yang terstruktur dan teratur. Namun, untuk mencapai sistem hukum yang berkeadilan, diperlukan keseimbangan antara aturan tertulis dengan nilai-nilai moral dan realitas sosial yang berkembang di masyarakat.
MATERI 5
(SOCIOLOGICAL JURISPRUDENCE)