Kiara kembali turun di depan komplek dan Satria tidak banyak bertanya seperti hari kemarin. Saat kiara berjalan beberapa langkah dari gerbang komplek, hujan turun namun tidak deras, Kiara memilih untuk melanjutkan perjalanannya. Saat di depan pagar rumah Biru hujan sudah turun dengan deras dan pagar rumah terkunci.
"Biru pagarnya kekunci, Ara kehujanan," Teriak Ara di depan pagar rumah, tangannya sudah keriput dan badannya sudah menggigil.
Sedangkan Biru yang berada di dalam rumah fokus menonton televisi, ia sengaja mengunci pagar sebagai hukuman bagi Kiara. Biru sudah tahu Kiara berteriak di depan gerbang dan di luar hujan deras. Ia sempat terpikir untuk membuka gerbang namun egonya lebih besar.
"Den Biru, Non Ara kasian di luar kedinginan," ucap Mbak Ayu, pembantu di rumah.
Biru melirik jamnya sudah menunjukan pukul 8 malam artinya Kiara sudah di luar hampir 1 jam.
"Mana kunci Mbak?"
Setelah mendapatkan kunci, Biru melangkah membukakan gerbang, pertama yang ia lihat adalah tubuh Kiara yang menggigil dan tak lama kemudian Kiara jatuh pingsan. Untungnya Biru dengan sigap menahan tubuh Kiara dan membawa Kiara ke kamar.
Esoknya tubuh Kiara demam namun ia memaksakan untuk pergi sekolah dan ia baru mengetahui dari Mbak Ayu bahwa Biru yang membawanya ke kamar pada malam kemarin. Kiara harus berterimakasih dan meminta maaf karena kejadian beberapa hari lalu, ia harus mengalah.
Saat duduk di tempat biasa, Biru menatap Kiara dengan tajam sedangkan kedua orang tua Biru hanya memperhatikan. Mereka tidak mengetahui bahwa Kiara kemarin kehujanan, mereka hanya mengetahui Kiara demam karena kecapean.
"Lo gak usah sekolah,"
Kiara yang sedang mengambil nasi untuk Biru terhenti, kini matanya menatap Biru. Tak hanya Kiara namun kedua orang tua Kiara pun menatap Biru.