Bapak yang diwawancarai Nathan mengeluarkan suara aneh berulang-ulang.
"Kukuku ... kukuku... kukuku." Suara yang dikeluarkan benar-benar membuat kami bertiga bergidik ngeri.
"Ngeri! Gue skip aja ya!" seru Yunita. Aku dan Radit langsung mengangguk bersamaan.
Nathan yang baru keluar dari kamar mandi menemui kami dengan terburu-buru.
"Lo ngetuk pintu kamar mandi, Dit?" Radit menggeleng.
Wajahnya pucat. Tangannya mengusap wajahnya yang masih basah. Beberapa tetes air terlempar di kaos Radit. Belum sempat rasa ketakutan di wajahnya sirna, Radit memperlihatkan hasil wawancaranya tadi. Nathan memberikan ekspresi yang sama seperti dengan Yunita, Radit, dan juga diriku.
"Del, lo tadi dengar sendiri di sana, kan?" tanyanya panik. Aku mengangguk. Nathan menyenggol lengan Yunita."Terus ini kenapa jadi begini? Lo yang ngedit, kan?"
"Kok gue sih?" Yunita merasa tak terima dengan tuduhan Nathan.
"Sudah! Nggak usah dibahas lagi, bentar lagi anak-anak pada pulang. Kita rahasiain ini berempat!" ujar Radit. Wajahnya menunjukkan keseriusan. Kami bertiga mengangguk serentak.
Malam ini dan beberapa hari ke depannya kami berempat tidak lagi menemukan hal aneh. Lukaku juga sedikit demi sedikit pulih. Namun sebenarnya beberapa hari belakangan ini teman-temanku mengalami kejadian aneh. Sebenarnya kejadian yang sepeleh, tapi membuat mereka risau karena kejadiannya terus berulang.
Barang mereka berpindah tempat.