Kamar cowok dan cewek memang terpisah. Kami ditempatkan di balai desa. Bangunannya berbentuk letter U menghadap ke arah gerbang. Bangunannya ada tiga sisi, yaitu bangunan di sisi kiri, tengah dan sisi kanan. Ada juga bagunan seperti joglo tanpa dinding, hanya tiang di antara sisi kanan dan kiri. Bangunan di sisi kiri terdapat ruangan staf balai desa. Bangunan di tengah terdiri dari empat ruangan, yaitu ruangan imunisasi, ruangan rapat, ruangan Pak Kades, dan ada kamar mandi di ujung bangunan. Bangunan di sisi kanan adalah bangunan yang terdiri dari empat ruangan. Namun, ruangan itu hanya dipisah dengan papan triplek dan masih saling terdengar antara ruangan satu dengan ruangan lainnya.
Kamar cowok ada di ruangan imunisasi yang tidak terlalu besar. Karena memang jumlah cowok dalam kelompok kami tidak terlalu banyak. Sedangkan kamar cewek di bangunan sisi kanan. Namun, hanya tiga ruangan yang ditempati. Di ujung ruangan dipergunakan sebagai gudang.
"Suara cewek nangis." Aku menautkan kedua alisku. "Se ... serius! Gue nggak ada niatan bohong sama lo!"
"Gue nggak dengar!" jawabku. "Udah ah, Nat! Lo jangan bahas gituan! Kita cuma berdua nih!"
Nathan tiba-tiba langsung terkesiap diam dan mengangguk. Udara di sekitar kami mendadak lebih sejuk dari biasanya. Tanganku masih memegang kamera. Belokan di sebelah kiri setelah ini adalah lokasinya. Nathan membantuku menaiki jalanan menanjak ini. Jalanan didominasi kerikil dan bebatuan terjal. Sampai di atas, aku menyalakan kamera dan mulai merekam sekeliling.
Tampak hamparan tanah cokelat yang kosong dan pepohonan di sekeliling kami. Aku tidak melihat siapa pun di sini kecuali kami. Padahal harusnya ada Mas Gilang, ketua karang taruna. Tapi mungkin kami yang memang datang terlalu cepat.
"Eh, Del! Ada orang tuh!" Pandanganku mengarah kepada sosok pria paruh baya yang mengangkat tumpukan kayu di bahunya. "Kita wawancara yuk! Buat dokumentasi!"
"Kayaknya ja-"
Nathan sudah berjalan ke arah bapak itu sebelum aku menyelesaikan kalimatku. Beberapa menit kemudian, Â dia menoleh kepadaku dan memanggilku dengan lambaian tangannya. Aku mendekat. Sepertinya sang bapak tidak masalah diwawancarai. Nathan pun memulai mewawancarai bapak itu. Nathan memang termasuk cowok yang cerewet. Sepertinya dia sudah sering menjadi pembawa acara di event kampus.
Setelah bapak itu pergi, tak lama kemudian datang Mas Gilang. Kami juga menyebutkan bapak yang berhasil kami waancarai. Namun, wajah Mas Gilang menunjukkan kebingungan. Kami tidak terlalu mempermasalahkannya. Kami bertiga pun akhirnya membicarakan pembangunan perpustakaan yang akan ditempatkan di sini. Setelah beberapa pertimbangan, kami pun mencoba mencari tempat lain yang lebih mudah dicapai dengan jalan kaki atau bahkan bersepeda.
Kami kembali ke balai desa sekitar pukul lima sore. Setelah membersihkan diri, aku menyerahkan kartu SD card kamera kepada Radit dan Yunita. Mereka bertugas di bagian dokumentasi. Seluruh file yang berhubungan dengan kegiatan harus diserahkan kepada mereka. Selain menyerahkan laporan tertulis, kami harus menyerahkan laporan berupa file video kegiatan.