REVIEW JURNAL 1 (TAHUN 2023)
Nama Reviewer : Erwin Aditya Putra (4467/15)
Nama Dosen Pembimbing : Markus Marselinus Soge.,S.H.,M.H.
Judul : Perkembangan Sistem Peradilan Pidana Di Indonesia
Nama Penulis Artikel : Gani Hamaminata
Nama Jurnal,Penerbit,Tahun Terbit : JHPIS (Jurnal Hukum, Politik dan Ilmu Sosial),Politeknik Pratama,Tahun 2023
Link Artikel Jurnal : https://ejurnal.politeknikpratama.ac.id/index.php/jhpis/article/view/2334/2256
Pendahuluan/Latar Belakang :
Secara historis sebelum lahirnya pendekatan sistem, dikenal apa yang disebut sebagai pendekatan hukum dan ketertiban atau "law and order approach" yang bertumpu pada asas legalitas. Namun pendekatan hukum dan ketertiban ini dalam praktek ternyata menimbulkan penafsiran  ganda  bagi  petugas  kepolisian,  yaitu  di  satu  sisi  penggunaan  hukum  sebagai instrumen  ketertiban  dimana  hukum  pidana  berisikan  perangkat  hukum  untuk  memelihara ketertiban  dalam  masyarakat  dan  penggunaan  hukum  pidana  sebagai  pembatas  bagi  aparat penegak  hukum  dalam  melaksanakan  tugasnya,  dengan  kata  lain  hukum  pidana  bertugas melindungi kemerdekaan individu dalam kerangka suatu sistem ketertiban masyarakat.
Bagi Indonesia, Undang-undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana atau yang dikenal sebagai Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dapat dikatakan merupakan Criminal  Justice  System  Model,  yang  menjadi  dasar  hukum  utama  dalam  penyelenggaraan peradilan pidana secara terpadu Sistem  peradilan  pidana  yang  digariskan  dalam  KUHAP  merupakan  sistem  terpadu (integrated  criminal  justice  system)  yang  diletakan  di  atas  landasan  prinsip  diferensiasi fungsional  antara  aparat  penegak  hukum  sesuai  dengan  tahap  proses  kewenangan  yang diberikan   undang-undang   kepada   masing-masing,   untuk   menegakan, melaksanakan (menjalankan), dan memutuskan hukum pidana.
Konsep/ Teori dan Tujuan Penelitian   :
Criminal justice system merupakan mekanisme administrasi peradilan pidana dan peradilan pidana sebagai suatu sistem merupakan hasil interaksi antara peraturan perundang-undangan, praktik administrasi dan sikap atau tingkah laku sosial. Menurut mardjono dalam artikel ini bahwa yang dimaksud sistem peradilan pidana adalah sistem pengendalian kejahatan yang terdiri dari lembaga kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan pemasyarakatan. Undang-undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana atau yang dikenal sebagai Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dapat dikatakan merupakan Criminal  Justice  System  Model.
Yang  menjadi  dasar  hukum  utama  dalam  penyelenggaraan peradilan pidana secara terpadu Sistem  peradilan  pidana  yang  digariskan  dalam  KUHAP  merupakan  sistem  terpadu (integrated  criminal  justice  system)  yang  diletakan  di  atas  landasan  prinsip  diferensiasi fungsional  antara  aparat  penegak  hukum  sesuai  dengan  tahap  proses  kewenangan  yang diberikan   undang-undang kepada   masing-masing,   untuk   menegakan,   melaksanakan (menjalankan), dan memutuskan hukum pidana. Dilakukannya penelitian ini ditujukan untuk mengetahui perkembangan sistem peradilan pidana di Indonesia dari zaman kolonial belanda hingga kondisi saat ini.
Metode Penelitian Hukum Normatif
Objek Penelitiannya : UU No. 8 Tahun 1981 (KUHAP)
Pendekatan Penelitiannya : Metode pendekatan yuridis normatif
Jenis dan Sumber Data Penelitiannya  :
Bahan hukum primer berasal dari peraturan perundang-undangan, serta teori hukum. dan bahan hukum sekunder berasal dari doktrin, pendapat para ahli dalam buku dan makalah, hasil penelitian hukum dan RUU yang menunjang bahan hukum primer. Data diambil melalui studi kepustakaan.
Teknik Pengumpulan, Pengolahan dan Analisis Data Penelitiannya :
Pengumpulan data dilakukan dengan studi kepustakaan dan studi lapangan. Teknik analisis data yang digunakan dalam artikel ini adalah deskriptif analisis (pemaparan dan penggambaran PP yang berkaitan dengan pembentukan KUHAP yang dianalisis berdasarkan teori-teori hukum)
Hasil Penelitian dan Pembahasan  :
Melalui penelitian ini didapatkan hasil bahwasanya dalam sistem peradilan pidana terpadu, lembaga atau instansi yang bekerja dalam penegakkan hukum, meskipun tugasnya berbeda-beda dan secara intern mempunyai tujuan sendiri-sendiri pada hakikatnya masing masing merupakan subsistem dari sistem pidana tersebut, saling bekerjasama dan terikat pada tujuan yang sama.
Perkembangan Sistem Peradilan Pidana di Indonesia dari zaman kolonial belanda hingga saat  ini  mengalami  begitu  banyak  penyesuain  dan  perubahan  untuk menjawab  tantangan zaman. Beberapa  undang-undang  baru  diberlakukan  untuk  mengatur  hukum  acara  yang  disesuaikan dengan  perkembangan  tindak  pidana  di  era  modern. Undang-Undang  Nomor  8  tahun  1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menjadi awal dari perjalanan ini,  namun  sejak  saat  itu,  undang-undang  lainnya  telah  diberlakukan  untuk  mengikuti perkembangan tindak pidana dan kebutuhan penegakan hukum yang semakin kompleks.
Kelebihan dan kekurangan jurnal serta saran :
Artikel ini secara jelas menjelaskan bagaimana sistem peradilan pidana merupakan suatu kesatuan yang tak terpisahkan, ibaratkan sebagai sebuah sistem, masing-masing penegak hukum merupakan subsistem yang saling berhubungan. Diharapkan artikel ini tidak hanya meninjau sisi positifnya saja namun berusaha menemukan celah dalam undang-undang sehingga dapat memberikan dampak pembaharuan.
REVIEW JURNAL 2 (TAHUN 2023)
Nama Reviewer : Erwin Aditya Putra (4467/15)
Nama Dosen Pembimbing : Markus Marselinus Soge.,S.H.,M.H.
Judul : Konsep Diversi dan Restorative Justice Pada Peradilan Pidana Anak
Nama Penulis Artikel  : Muh. Fadlan Fadhil Bahri, Sulastri Yasim, Muh. Chaerul Anwar
Nama Jurnal, Penerbit, Tahun Terbit : Jurnal Hukum, Universitas Sulawesi Barat, Tahun 2023
Link Artikel Jurnal : https://ojs.unsulbar.ac.id/index.php/j-law/article/view/2916/1350
Pendahuluan/Latar Belakang  :
Anak yang berhadapan dengan hukum sendiri merupakan problematika yang masih sangat menjadi perhatian. Hal ini didasarkan fakta bahwa sebanyak 31% anak berhadapan dengan kasus tindak pidana. Lebih dari 4000 anak di indonesia harus maju ke pengadilan atas berbagai kasus tindak pidana. Fenomena yang terjadi banyak anak yang berhadapan dengan hukum tidak mendapatkan dukungan oleh pengacara maupun dinas sosial. Pada tahun 2000 tercatat sebanyak 11.344 anak yang terduga pelaku, dan ditahun yang sama tercatat 9.456 anak yang masuk ke dalam lembaga pemasyarakatan ataupun rutan. Bertolak dari UU No. 11 Tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana anak, sebenarnya permasalahan anak harus menggunakan pendekatan keadilan restoratif. Keadilan restoratif ini sendiri diupayakan dalam bentuk mekanisme diversi karena pemenjaraan bukanlah upaya mengutamakan kepentingan terbaik bagi anak.
Konsep/ Teori dan Tujuan Penelitian :
Diundangkannya UU No. 11 Tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana anak merupakan upaya untuk menjamin kepentingan terbaik terhadap anak yang berhadapan dengan hukum. Selain undang- undang tersebut terdapat peraturan lainnya yang menjunjung tinggi dan memperhatikan hak hak dari anak, sebagai contoh diratifikasinya Konvensi Hak Anak.
Diversi merupakan pengalihan penanganan kasus anak yang diduga melakukan tindak pidana dari proses formal dengan atau tanpa syarat. Tujuannya adalah untuk menghindari anak dari penahanan, menghindari cap atau label anak sebagai penjahat, mencegah pengulangan tindak pidana oleh anak, agar anak bertanggung jawab atas perbuatannya dan untuk melakukan intervensi yang diperlukan bagi korban.
Keadilan restoratif merupakan alternatif penyelesaian perkara pidana anak, atau dapat didefinisikan sebagai suatu proses dimana semua pihak yang berhubungan dengan tindak pidana anak duduk bersama sama untuk memecahkan masalah dan memikirkan akibat pada masa yang akan datang.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis pelaksanaan diversi dalam rangka mewujudkan restorative justice dalam sistem peradilan pidana anak dalam upaya memberikan perlindungan hukum bagi pelaku tindak pidana.
Metode Penelitian Hukum Normatif :
Objek Penelitiannya : Diversi Anak Berhadapan Dengan Hukum, Undang -- Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana anak
Pendekatan Penelitiannya : Penelitian hukum yuridis normatif
Jenis dan Sumber Data Penelitiannya :
Bahan atau sumber data penelitian ini adalah penelitian hukum doktrinal, hukum primer, sekunder dan tersier, hukum positif yang berkaitan dengan penerapan diversi dalam keadilan restoratif.
Teknik Pengumpulan, Pengolahan dan Analisis Data Penelitiannya :
Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka, yakni menelaah bahan pustaka dan bahan sekunder terkait diversi dan restorative justice dalam peradilan pidana anak. analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analitis. Penelitian ini disebut juga sebagai penelitian hukum kepustakaan maupun penelitian hukum doktrinal yaitu penelitian hukum yang menelaah bahan pustaka dan bahan sekunder
Hasil Penelitian dan Pembahasan :
Hasil penelitian artikel ini adalah bahwa dalam setiap penanganan anak yang berhadapan dengan hukum harus mengutamakan prinsip kepentingan terbaik  bagi anak, pidana penjara merupakan usaha terakhir dengan catatan tidak mengabaikan hak hak anak. anak anak harus diusahakan untuk mengikuti pendidikan atau pelatihan pada lembaga tertentu sehingga penanganan dengan paradigma keadilan restoratif ini dapat berjalan dengan baik dengan diimbangin menciptakan sistem peradilan yang kondusif. Hal ini dianggap penting karena anak wajib dipersiapkan sebagai calon masa depan bangsa Indonesia.
Kelebihan dan kekurangan jurnal serta saran :
Penelitian ini dengan sangat spesifik menguraikan mengenai konsep-konsep yang jelas dan matang terkait diversi dan keadilan restoratif yang dihubungkan dengan dasar dasar hukum terkait. Dari penelitian ini dapat secara detail menjelaskan konsep diversi dengan baik.
REVIEW JURNAL 3 (TAHUN 2022)
Nama Reviewer : Erwin Aditya Putra (4467/15)
Nama Dosen Pembimbing : Markus Marselinus Soge.,S.H.,M.H.
Judul : Tinjauan Yuridis Pemberian Remisi Bagi Narapidana Tindak Pidana Narkotika dan Psikotropika Ditinjau Dari Undang-Undang nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan
Nama Penulis Artikel  : M. Naufa Fadli Muna, Mitro Subroto
Nama Jurnal, Penerbit, Tahun Terbit  : Bureaucracy Journal, Gapenas Publisher, Tahun 2022
Link Artikel Jurnal  : https://garuda.kemdikbud.go.id/documents/detail/3105249
Pendahuluan/Latar Belakang :
Hak-hak narapidana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang pemasyarakatan. Dalam pasal 14, secara eksplisit disebutkan beberapa hak tahanan termasuk hak untuk mendapatkan remisi. Pelaksanaan remisi hak bagi narapidana narkotika dan tindak pidana psikotropika serta tindak pidana tertentu dikategorikan sebagai tindak pidana luar biasa yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang amandemen kedua Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang persyaratan dan tata cara pelaksanaan hak-hak narapidana. Dalam peraturan pemerintah ini, remisi untuk narapidana narkotika dan kasus psikotropika dan tindak pidana tertentu ditegakkan secara berbeda dari kejahatan umum lainnya. Kebijakan tentang pengetatan remisi ini menimbulkan pro dan kontra di masyarakat. Di satu sisi, mereka yang menyetujui kebijakan tersebut berpendapat bahwa para perpretaktor kasus narkotika dan psikotropika tidak layak untuk diberikan remisi, karena narkotika dan psikotropika adalah kejahatan yang luar biasa. Ini dapat membangkitkan efek jera. Di sisi lain, orang-orang yang bertentangan dengan kebijakan ini menganggap bahwa remisi adalah hak narapidana yang telah diatur oleh undang-undang
Konsep/ Teori dan Tujuan Penelitian :
Remisi merupakan pengurangan masa hukuman yang didasarkan pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Menurut Pasal 1 ayat 1 Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 174 Tahun 1999, remisi adalah pengurangan masa pidana yang diberikan kepada narapidana dan anak pidana yang berkelakuan baik selama menjalani pidana terkecuali yang dipidana mati atau seumur hidup.
Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2006  tentang  atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan memberikan batasan tersendiri mengenai pemberian remisi bagi narapidana tindak pidana narkotika dan psikotropika (termasuk tindak pidana korupsi, terorisme, kejahatan terhadap keamanan negara dan kejahatan HAM yang berat dan kejahatan transnasional terorganisasi lainnya), hak remisi diberikan apabila memenuhi persyaratan berkelakuan baik dan telah menjalani 1/3 (satu pertiga) masa pidana.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang pelaksanaan remisi bagi narapidana tindak pidana narkotika di lapas Serang
Metode Penelitian Hukum Normatif :
Objek Penelitiannya  : Narapidana Narkotika Lapas Serang, UU No. 12 Tahun 1995 dan PP N0. 99 Tahun 2012
Pendekatan Penelitiannya : penelitian ini merupakan penelitian normatif dengan metode kualitatif.
Jenis dan Sumber Data Penelitiannya  :
Data penelitian bersifat deskriptif meliputi data primer (data hasil penelitian atau observasi lapangan di Lapas Serang) dan data sekunder (undang -- undang dan peraturan pemerintah yang berkaitan dengan pemasyarakatan dan remisi narapidana)
Teknik Pengumpulan, Pengolahan dan Analisis Data Penelitiannya :
Pengumpulan data dilakukan melalui 2 cara yakni studi kepustakaan serta penelitian langsung ke Lapas serang (melaksanakan wawancara kepada petugas dan narapidana narkotika)
Hasil Penelitian dan Pembahasan    :
Dari penelitian ini didapatkan hasil yakni:
Regulasi yang mengatur tentang Remisi di Lapas Klas IIA Serang adalah (1) Undang Undang Dasar Republik Indonesia 1945 Pasal 4 ayat 1, (2) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan (3) Keputusan Presiden Nomor 174 Tahun 1999 tentang Remisi (4) Keputusan Presiden Nomor 120 Tahun 1955 tentang Ampunan Istimewa, (5) Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan. Kelebihan dan kekurangan artikel serta saran
Implementasi pemberian remisi bagi narapidana tindak pidana narkotika dan psikotropika pada dasarnya sama dalam hal mekanisme pengajuan dan pemberiannya, namun dalam hal persyaratan dan pendelegasian wewenang diperlakukan berbeda. Ada ketentuan khusus yakni harus memenuhi persyaratan dimana pidana yang dijatuhkan atas tindak pidana yang dilakukan adalah minimal 5 tahun, syarat untuk mendapatkan remisi adalah berkelakuan baik serat telah menjalani 1/3 (sepertiga) masa hukuman.
Remisi merupakan hak narapidana yang menjadi persoalan mendasar yang berkaitan dengan Hak Asasi Manusia (HAM), karena negara wajib memberikan hak tersebut secara adil, pembatasan remisi dengan pengetatan syarat merupakan perlakuan diskriminatif yang bertentangan dengan prinsip persamaan perlakuan dan pelayanan juga bertentangan dengan prinsip penegakkan Hak Asasi Manusia (HAM)
Kelebihan dan kekurangan jurnal serta saran
Artikel ini memberikan pemahaman terhadap pemberian remisi bagi narapidana khusus yang ditinjau dari UU No. 12 Tahun 1995. Diharapkan ada pembaharuan tinjauan yuridis yang disesuaikan dengan undang -- undang pemasyarakatan yang baru yakni Undang- Undang No. 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI