"Aku ingin jadi orang baik, Bu."
"Cuma baik saja?"
"Baik dan bisa membantu bapak, dan ibu, juga adik, dan masyarakat, dan bangsa, dan agama."
Kata Mamat yang kemudian berlari keluar rumah mengakhiri perbincangan ringan dengan ibunya di dapur. Ia masih TK, dan senantiasa berpeci hitam di kepalanya. Peci atau kopiah ini akan dilepas bila ia mandi, dan tidur saja. Selebihnya dikenakan kapanpun dan di manapun.
Peci ini hadiah dari tetangganya, Neneng.
Neneng bukan anak gadis, tapi ia sebaya dengan Mamat, Tidak satu sekolah TK, tapi karib sekali. Hadiah peci diberikan pada Mamat saat ia tidak sengaja dibantu olehnya. Ketika itu dompet pinsil berwarna yang dipunyai Neneng jatuh di jalan , tapi kemudian direbut begitu saja oleh Joni. Joni tetangga pula, namun nakal untuk anak seusianya.
Mamat kemudian mengejar Joni, dan direbutnya dompet itu, meski didahului adu mulut hingga tarik menarik, plus sedikit baku pukul. Joni lari, sebab pukulan Mamat bertenaga mengenai dagunya tanpa sengaja.
Karena itu, ia ingin menghadiahi Mamat, dan ia pun membuka kaleng yang biasa dipakai untuk memasukkan sisa uang jajannya. Ia meminta tolong pada kedua orang tuanya untuk membelikan hadiah tersebut.
"Mau dihadiahi apa?" tanya ibunya.
"Apa ya?"
"Bagaimana kalau peci saja. Sebab Mamat kan rajin mengaji."