Sebelumnya, krisis moneter, akhirnya jeblok ke tingkat pertumbuhan ekonomi negatif. Rentetan kerusuhan sosial meledak seantero negeri. Selanjutnya, gejolak hasrat massa (mahasiswa, rakyat) melawan hasrat untuk kuasa menandai suksesi kepemimpinan nasional.
Rupanya, hasrat massa menghadapi tiga hak yang terjalin kelindang.
Rezim diskursus yang dibentuk oleh kuasa, demonstrasi dan pergerakan massa lainnya diliput oleh media, diantarnya melalui fotografi atau tulisan, penculikan hingga penembakan mahasiswa atau aktivis sebagai bentuk teror maupun teror dalam pemikiran yang berbeda.
Sudah bukan rahasia lagi, bahwa kita melihat akhir dari rezim kuasa negara tanpa tiruan dan kemiripan saling berinteraksi dengan tezim diskursus. Hasrat dan tubuh yang terjinakkan (selain para aktivis dinyatakan gugur dan hilang) makin hari makin ”binal” dan tidak terkendali.
Rezim penggandaan tanda menutupi titik celah antara pergerakan aliran tulisan dan aliran hasrat. Aliran tulisan dan aliran gambar bergerak melalui tubuh menuju tanda bebas yang dimainkan.
Tetapi, materialitas kesadaran melalui fotografis berupa model dan lukisan tidak lebih hidup tanpa tulisan. Sebuah lukisan tetap menjadi lukisan, fotografis tetap sebagai fotografis.
Berkaitan dengan hal ini, pada saat tertentu, aliran tulisan dan aliran gambar saling mengisi satu sama lain.
Saat lain, tubuh memisahkan dirinya dengan relasi dan representasi. Kita seringkali meraba-raba lintasan dan jejak dengan pertanyaan remeh, seberapa luaskah teka-teki jika terdapat obyek figur atau gambar tertentu diantara jurang subyek dan obyek yang kita bayangkan sendiri tidak tertuntaskan, sekalipun tulisan dikucilkan di saat malam terjaga, gambar tiruan tetap menyimpan teka-teki di balik tubuh atau benda-benda luar.
Kemudian, tulisan dikacaukan oleh persfektif tunggal teoris (mengapa muncul terorisme?). Teroris bersolo karir melalui persfektif tunggal.
Bukan hanya tubuh, mimpi dan pikirannya dikuras sedemikian rupa oleh realitas. Seluruh obyek yang direpresentasikan dari serangkaian gambar buram, figur pujaan yang samar dan teks yang dibaca mengalami ketidakhadiran subyek (pikiran), akhirnya menemukan dirinya sebagai rezim kebenaran digiring dalam kesadaran buruk.
Memang betul, aliran tulisan dan aliran hasrat melalui tubuh. Suatu aliran gambar yang keras akan menyentuh tubuh.