Dari hal-hal yang berbeda dan beragam seperti tanda, bentangan teks yang singkat. Suatu kata yang diambil tidak datang dari paragraf atau kalimat demi kalimat terbuka sebuah naskah.Â
Perlintasan batas-batas dan pengulangan perayaaan itu diringi dengan sebuah teks lagu Indonesia Merdeka dari sosok Hussein Al Muthahar yang menciptakannya. Seluruh eksistensinya akan membawa teks perjuangan bersama bahasa, nyanyian kematian yang menggebu dan jejak-jejak lainnya mengikuti halaman per halaman memiliki ketidakjarakan dengan ingatan dan imajinasi kita. Suara jeritanlah tidak bergema saat itu, karena ungkapan performatif kemerdekaan tidak lagi merupakan kata-kata yang saling menjalin dan saling menopang antara satu dengan lainnya.
Tanda-tanda yang mereka ingat tidak mampu lagi ditarik ke depan sebagai teks tertulis (novel, syair lagu, buku sejarah dan ilmu pengetahuan lainnya) yang mengembara ke jagat tanda. Ia bersinggungan dengan benda-benda.Â
Setiap sepak terjang dari pelaku sejarah begitu gagah berani tidak pernah merampungkan episode petualangannya tiba-tiba berubah menjadi tanda-tanda. Mereka menukarkan jejak-jejak (dari ingatan ke buku, dari naskah cerita novel-buku ke film) yang titik tolaknya masih tetap sebagai teks tertulis.
Anak-anak yang tertinggal dari pendidikan dan kesehatan tidak pernah tahu apa itu wujud virtual? Apa itu citra arfisial? Apa itu Artificial Intelligence?Â
Pertanyaan itu bukan untuk bestie. Pertanyaan tersebut untuk saya sendiri. Wujud pertukaran tanda ritual perayaan ditandai dengan jenis-jenis ‘buku berkertas’ menjadi ‘buku elektronik’, dari ‘asap api’ (indeks) menjadi ‘peta digital’ (kode), dari representasi ‘foto peristiwa’ (ikon) menjadi ‘simulasi peristiwa’ melalui citra tiruan yang tersibernetisasi (simulakra) saling jalin menjalin antara satu dengan lainnya, antara wujud alamiah dan wujud artifisial yang diperbincangkan di sekitar kita.
Namun demikian, perayaan atau peringatan Hari Kemerdekaan yang kita dambakan menjadi bermakna hanyalah pengulangan peristiwa besar berlangsung secara hikmat sekaligus maknanya berangsur-angsur menguap tanpa meninggalkan jejak-jejak perubahan. Saat ia menyerupai kata-kata atau teks, dimana ia adalah benda-benda, representasi, dan bukti yang melengkapi tanda yang nyata padanya.Â
Teks dan tanda kemerdekaan bukan lagi melengkapi bukti-bukti yang telah ada, kecuali tanda-tanda yang pasti menyediakan pelintasan batas-batas dan pengulangan tanpa mengatakan kebenaran sedikitpun.
Mengapa demikian bestie?Â
Bahwa seluruh jejak yang mereka tinggalkan berupa teks tertulis dan tanda, penanda dan petanda terdapat celah-celah dari pelintasan batas-batas penantian Hari Kemerdekaan.Â
Tanda dan jejak kemerdekaan menjadi pengulangan yang memungkinkan seluruh makna di dalamnya telah lenyap ditelan oleh zaman.