Kubanting pintu pagar rumah itu dan berlari keluar sekencangnya. Napasku tidak beraturan. Sekujur tubuhku gemetaran. Aku benar-benar ketakutan. Meski sudah berlari menjauh suara cekikikan ibu itu masih terdengar jelas. Aku pun terus melantunkan  doa-doa yang ku ingat, untuk meredam rasa takut.
***
Sampai jarak semakin menjauh dan suara cekikikan itu tak terdengar lagi, aku pun berhenti sejenak. ku coba mengatur napasku yang terengah-engah. Ku ambil hp yang disimpan di dalam tas ransel yang sejak tadi ku gendong. Untungnya meski berkas skripsiku tertinggal di rumah itu, tas ranselku tetap ku bawa. Kalau semua tertinggal, mungkin aku tidak bisa pulang.Â
'mengerikan jika itu sampai terjadi'
 Lalu Aku berniat menghubungi Fathir dan memintanya menjemputku. Namun saat ku buka layar HP, sebuah  Pesan whatssapp masuk.  Tertera nama Pengirim Pak Ridwan. Aku langsung membacanya.
Santi, kenapa belum datang?"
Ku putuskan langsung menelponnya. Tak lama telpon pun langsung terhubung.
"Hallo pak...."
"Ya, halo... Santi kamu dimana? Saya sudah tunggu kamu daritadi!"
"Ehm, maaf pak saya daritadi juga udah nungguin bapak dirumah, tapi ehm... bapak nggak ada..."
"Loh, Rumah? Rumah yang mana?"