"Aku Sara, Bapa! Ingat?"
Suaraku menggelegar di ruangan besar itu. Kotbah seketika terhenti. Ruangan menjadi hening. Semua tatapan mata sontak tertuju ke arahku.
Laki-laki yang aku panggil Bapa itu menatapku. Menatap mataku yang bernyala. Aku lihat dia berusaha tenang, tapi aku menangkap keterkejutan di raut mukanya. Dengan dingin dia memberi kode pada beberapa penatua di pojok mimbar yang segera menghampiriku.
 Mereka dengan cepat menggamit kedua lenganku dengan paksa untuk keluar dari ruangan ibadah. Aku menurut saja.
 Sempat aku dengar seorang ibu berbisik pada orang di sebelahnya, "Dasar perempuan nggak bener. Lengannya saja banyak tato."
Penatua itu meninggalkan aku di luar. Aku dengar kotbah dilanjutkan.
***
Pintu itu aku ketuk perlahan.
Terdengar jawaban dari dalam mempersilakanku masuk.
 Bapa Adrian sedang sibuk di mejanya tanpa memperhatikan siapa yang masuk ruangannya.
"Tuhan Maha Pengasih. Ya, Tuhan, ampunilah."