Mohon tunggu...
Elvira GestiyanaRahayu
Elvira GestiyanaRahayu Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Universitas Bhayangkara Jakarta Raya angkatan 2022

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Peran Media dan New Media dalam Meningkatkan Elektabilitas Paslon 1 pada Pilkada Kota Bekasi 2024

16 Januari 2025   22:50 Diperbarui: 16 Januari 2025   22:44 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Nama Penulis:

Elvira Gestiyana Rahayu 

(202210415008)

Dosen Pengampu:

Saeful Mujab, S.Sos,M.I.Kom

Mata Kuliah:

Komunikasi Politik (5A1)

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI 

FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI 

UNIVERSITAS BHAYANGKARA JAKARTA RAYA 

(2024)

Abstrak

Penelitian ini membahas peran media, khususnya media baru (new media), dalam meningkatkan elektabilitas pasangan calon (Paslon) pada Pilkada Kota Bekasi 2024. Dengan pendekatan deskriptif kualitatif, penelitian ini mengeksplorasi strategi penggunaan media sosial dan platform digital oleh Paslon 1 untuk menjangkau berbagai segmen pemilih, terutama generasi muda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa media baru memiliki efektivitas tinggi dalam membangun citra positif, meningkatkan visibilitas, dan memperkuat dukungan terhadap Paslon. Studi ini juga mengidentifikasi pentingnya kombinasi media tradisional dan digital untuk menciptakan strategi kampanye yang inklusif dan terpadu. Temuan ini memberikan rekomendasi praktis bagi tim kampanye untuk memaksimalkan pemanfaatan media sosial serta menyusun program kampanye yang lebih inovatif dan adaptif.

Kata Kunci: Media baru, media sosial, kampanye politik, elektabilitas, Pilkada Kota Bekasi 2024.

Abstract

This study examines the role of media, particularly new media, in increasing the electability of candidates in the 2024 Bekasi City regional elections. Using a qualitative descriptive approach, the research explores the strategies employed by Candidate Pair 1 in utilizing social media and digital platforms to reach various voter segments, particularly the younger generation. The findings reveal that new media is highly effective in building a positive image, enhancing visibility, and strengthening public support for the candidates. Additionally, the combination of traditional and digital media is identified as a crucial strategy for creating inclusive and integrated campaigns. This study provides practical recommendations for campaign teams to optimize the potential of new media and design innovative and adaptive campaign programs.

Keywords: New media, social media, political campaign, electability, 2024 Bekasi City regional election.

BAB I 

PENDAHULUAN 

1.1Latar Belakang

Hubungan antara elektabilitas dan media sosial dalam beberapa tahun terakhir sangat erat. Hal ini terbukti dari sejumlah kandidat, baik eksekutif maupun legislatif, yang berhasil meningkatkan elektabilitas mereka melalui strategi cerdas dalam memanfaatkan media sosial. Tingginya elektabilitas seseorang memberikan peluang lebih besar untuk memenangkan pemilihan, baik di ranah eksekutif maupun legislatif.

Elektabilitas merupakan tingkat keterpilihan yang disesuaikan dengan kriteria tertentu. Konsep ini dapat diterapkan pada produk, jasa, individu, organisasi, maupun partai politik. Elektabilitas sering menjadi topik pembahasan menjelang pemilihan umum. Dalam konteks calon legislatif, elektabilitas mencerminkan sejauh mana calon anggota dewan mendapatkan dukungan dari masyarakat. Calon dengan elektabilitas tinggi memiliki daya tarik yang kuat di mata publik. Untuk meningkatkan elektabilitas, objek yang bersangkutan harus memenuhi kriteria keterpilihan sekaligus memiliki popularitas yang baik.

Elektabilitas sebagai pemimpin memiliki peran yang sangat penting. Ini merupakan indikator sejauh mana seseorang memiliki peluang untuk dipilih menjadi pemimpin dalam suatu komunitas atau wilayah tertentu. Elektabilitas yang tinggi akan sangat berpengaruh pada keberhasilan seorang pemimpin dalam menjalankan pemerintahan. Namun, perlu ditekankan bahwa elektabilitas yang ideal adalah elektabilitas yang didukung oleh bukti nyata dan kepercayaan masyarakat. Pemimpin dengan integritas tinggi, yang mendapatkan kepercayaan masyarakat bukan secara instan, akan lebih mudah menjalankan tugasnya. Ketika rakyat sudah mengenal dan percaya, mereka akan dengan sukarela mendukung pemimpin tersebut. Hal ini akan mempermudah pelaksanaan berbagai program karena adanya dukungan penuh dari masyarakat.

Kampanye pemilihan umum idealnya memang menjadi sarana bagi partai politik untuk menyampaikan pesan-pesan politik kepada masyarakat. Salah satu fungsi utamanya adalah memberikan pendidikan politik agar masyarakat dapat lebih memahami isu-isu yang diangkat oleh para kandidat atau partai. Melalui kampanye, partai politik mencoba meyakinkan para pemilih dengan menyajikan agenda-agenda yang mereka yakini dapat memberikan manfaat bagi masyarakat luas.

Oleh karena itu, partai politik selalu berupaya menemukan strategi paling efektif untuk menarik dukungan dari masyarakat sebanyak-banyaknya. Dalam konteks ini, media massa berperan penting sebagai saluran komunikasi yang memiliki tingkat efektivitas tinggi. Media massa dapat menyebarkan pesan secara cepat dan luas, sehingga partai-partai dapat menjangkau berbagai kalangan pemilih dengan lebih efisien.

Dalam perkembangan kampanye politik, cara-cara konvensional mulai banyak ditinggalkan. Partai-partai politik kini lebih fokus memanfaatkan peluang yang ditawarkan media massa. Penyampaian pesan-pesan politik oleh para elite politik menjadi semakin dinamis dan bervariasi, seiring dengan perubahan cara komunikasi yang lebih adaptif terhadap perkembangan zaman.

Media, baik cetak maupun elektronik, telah menjadi alat komunikasi strategis bagi partai politik untuk merekrut dukungan massa. Media massa dianggap sebagai alat demokratisasi yang sangat efektif karena mampu menyebarkan informasi dengan cepat dan luas. Selain itu, media berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan berbagai kepentingan politik, baik secara vertikal (antara rakyat dan penguasa) maupun horizontal (antara kelompok-kelompok masyarakat).

Dengan berperan sebagai bagian integral dari kehidupan politik, media massa memungkinkan dialog antara rakyat dan penguasa, sehingga memperkuat proses demokrasi. Di era digital ini, efektivitas media dalam memfasilitasi komunikasi politik semakin meningkat, menjadikannya sarana penting dalam kampanye politik modern.

Kampanye merupakan salah satu tahapan penting dalam proses penyelenggaraan Pemilu, di mana terjadi interaksi langsung antara kontestan politik dengan pemilih. Pada tahap ini, kontestan berupaya keras mempengaruhi pemilih melalui berbagai pendekatan, baik yang bersifat substantif maupun yang lebih instan dan pragmatis.

Pendekatan substantif dilakukan dengan menawarkan program-program kerja, rencana kebijakan, serta mengangkat isu-isu strategis yang diharapkan dapat menjawab permasalahan masyarakat. Kontestan yang menggunakan pendekatan ini berusaha meyakinkan pemilih dengan gagasan dan visi misi yang mereka tawarkan.

Namun, di sisi lain, terdapat pula pendekatan yang tidak elegan, di mana beberapa kontestan memilih cara-cara instan untuk memenangkan suara. Mereka menggunakan pendekatan uang sebagai alat untuk mempengaruhi pilihan pemilih. Praktik politik uang ini seringkali diwujudkan dalam berbagai bentuk, seperti pemberian uang tunai, sembako, atau hadiah lainnya sebagai kompensasi atas suara yang diharapkan mereka dapatkan pada saat hari pencoblosan.

Fenomena ini menunjukkan bahwa masih ada tantangan besar dalam membangun kualitas demokrasi yang sehat, di mana persaingan politik seharusnya lebih mengedepankan substansi program dan visi daripada sekadar menggunakan kekuatan materi untuk mendapatkan dukungan.

Kontestasi politik yang bergeser ke arah pragmatisme membuat uang menjadi salah satu faktor utama untuk menarik suara pemilih. Kandidat yang memiliki modal finansial besar otomatis memiliki peluang lebih besar untuk mendapatkan dukungan masyarakat. Dalam situasi seperti ini, persaingan tidak lagi hanya mengandalkan ide, visi, dan program kerja, tetapi lebih pada kemampuan untuk membiayai kampanye secara masif.

Kondisi ini mendorong para kandidat untuk berlomba-lomba mengumpulkan dana sebanyak mungkin, sering kali tanpa memerhatikan sumbernya. Akibatnya, terbuka pintu masuk bagi dana-dana haram yang mencoba memengaruhi proses politik dengan menanamkan investasi politik pada kandidat-kandidat tertentu. Dana-dana seperti ini berpotensi mencederai integritas proses politik dan mengancam independensi pejabat terpilih, karena nantinya akan ada tekanan dari pihak-pihak yang telah berinvestasi agar kebijakan yang diambil berpihak pada kepentingan mereka.

Pada akhirnya, situasi ini tidak hanya mengganggu proses demokrasi, tetapi juga bisa menciptakan risiko korupsi dan kebijakan yang tidak berpihak kepada kepentingan publik. Dengan demikian, praktik politik uang tidak hanya merusak kualitas Pemilu tetapi juga membahayakan tata kelola pemerintahan di masa depan.

Pada pemilihan calon walikota dan calon wakil walikota Bekasi 2024, media online memainkan peran yang sangat penting, mirip dengan peran media dalam pemilihan walikota dan wakil walikota 2024. Media online seperti media sosial dan situs berita sering kali menampilkan notifikasi mengenai calon walikota dan calon wakil walikota, memberikan informasi secara cepat dan luas kepada masyarakat. Sementara itu, media konvensional seperti televisi, radio, dan media cetak mulai mengalami pergeseran peran karena semakin dominannya media sosial dan media online yang lebih efektif dalam menjangkau pemilih.

Dalam konteks kampanye politik, media digunakan untuk melakukan spin politik, yaitu suatu upaya oleh kandidat untuk mengarahkan opini publik dengan menyebarkan pesan-pesan tertentu melalui media. Spin politik ini bertujuan untuk menciptakan citra positif bagi kandidat dan memengaruhi pilihan pemilih. Dalam pemilihan walikota dan wakil walikota, para kandidat akan memanfaatkan media online untuk membentuk narasi yang menguntungkan mereka dan mengatasi isu-isu yang dapat merugikan citra mereka.

Media, terutama media online, saat ini menjadi aktor utama dalam dunia politik, dengan kemampuan untuk membuat atau meruntuhkan karier politik seseorang. Media dapat membantu memperkenalkan calon kepada masyarakat dan membuat mereka terlihat lebih menarik, namun di sisi lain, media juga memiliki kekuatan untuk merusak reputasi calon jika pemberitaan negatif tidak dapat dikendalikan. Oleh karena itu, pengelolaan citra melalui media menjadi aspek yang sangat penting dalam kampanye pemilihan walikota dan wakil walikota Bekasi 2024.

Media kini tidak hanya berfungsi sebagai penyebar informasi, tetapi juga sebagai kekuatan propaganda yang sangat berpengaruh dalam kampanye politik, baik di media konvensional maupun media sosial. Pada pemilihan umum 2019, media online menjadi salah satu platform yang paling banyak dimanfaatkan oleh para kandidat. Kehadiran media online telah mengubah taktik dan strategi kampanye dalam meraih suara pemilih di Indonesia. Media online telah menjadi alat utama dalam proses politik, khususnya setelah pilkada walkot Kota Bekasi 2024, di mana penggunaan media sosial dan media online mulai menunjukkan tren peningkatan yang signifikan.

Jika dibandingkan dengan media konvensional seperti spanduk, baliho, selebaran, iklan di koran, televisi, radio, atau bahkan pengumpulan massa, media sosial memiliki sejumlah kelebihan yang membuatnya lebih efektif dalam menarik perhatian pemilih. Media sosial memungkinkan kampanye politik untuk lebih interaktif, cepat, dan terjangkau. Kandidat dapat langsung berinteraksi dengan pemilih, menyebarkan pesan, dan merespons dinamika politik secara real-time. Selain itu, media sosial memungkinkan kampanye lebih tersegmentasi, sehingga dapat menyasar audiens tertentu dengan lebih tepat.

Dengan kemudahan aksesibilitas dan kemampuan untuk menjangkau audiens lebih luas, media sosial dan media online telah mengubah cara-cara berkampanye politik di Indonesia, menjadikannya lebih modern dan efisien dalam meraih dukungan, terutama dalam konteks pemilihan walikota dan wakil walikota, seperti pada Pemilu 2024 di Kota Bekasi.

Relasi politik antara pemilik dan pengelola media dengan para kandidat dalam kampanye pemilihan berpotensi memengaruhi framing media ketika memproduksi berita. Hubungan ini bisa menciptakan bias dalam pemberitaan yang menguntungkan salah satu pihak, baik itu kandidat atau kelompok tertentu. Framing berita, yang mengacu pada cara informasi disusun dan disampaikan, sering kali dipengaruhi oleh kepentingan-kepentingan politik yang ada di balik layar. Dalam hal ini, para pemilik media atau pengelola media mungkin akan menyesuaikan narasi media sesuai dengan kepentingan politik atau hubungan mereka dengan kandidat tertentu.

Konten media massa, pada akhirnya, dapat menjadi perpaduan antara program internal, keputusan manajerial dan editorial, serta pengaruh eksternal dari sumber-sumber nonmedia. Pengaruh eksternal ini bisa berasal dari individu-individu berpengaruh secara sosial, kontrol pemerintah, atau pihak-pihak lain yang memiliki kepentingan tertentu. Hal ini mengarah pada konstruksi realitas yang lebih kompleks, di mana media tidak hanya menyampaikan informasi secara objektif, tetapi juga dipengaruhi oleh dinamika politik dan ekonomi yang ada.

Seperti yang dijelaskan oleh Shoemaker & Reese (1996), media dalam konteks ini bukan hanya sekadar saluran informasi, melainkan juga memiliki kepentingan dan agenda tertentu yang dapat memengaruhi cara pesan disampaikan kepada publik. Ini menjadi penting untuk dipahami dalam kampanye pemilihan calon walikota dan wakil walikota, di mana media massa menjadi sarana untuk mempengaruhi opini publik dan hasil pemilu.

Detik.com dipilih sebagai contoh karena media online ini telah menjadi rujukan utama bagi kalangan millennial dalam mencari informasi. Keunggulannya terletak pada kemampuannya untuk menyampaikan berita secara cepat dan mudah diakses. Selain itu, pemilik Detik.com diketahui mendukung salah satu kandidat tertentu, yang dapat memengaruhi cara media ini memberitakan isu-isu politik, terutama terkait dengan kampanye dan kandidat yang didukung. Sementara itu, Kompas.com dipilih karena keberpihakannya terhadap salah satu kandidat, yang terlihat dalam cara pemberitaan mereka terhadap Jokowi. Framing berita yang ditampilkan dalam Kompas.com cenderung memuat pesan-pesan yang bisa menggiring opini publik ke arah yang negatif terhadap Jokowi.

Framing berita yang disajikan oleh kedua media ini memiliki potensi besar untuk mempengaruhi opini politik millennial, terutama dalam menentukan pilihan politik mereka. Penelitian oleh Carkoglu, Baruh, & Yildirim (2014), Takens et al. (2013), dan van Kempen (2007) menunjukkan bahwa cara media membingkai berita dapat mempengaruhi pandangan politik pemirsa, khususnya dalam konteks pemilu.

McQuail (2002) berpendapat bahwa media massa memiliki kemampuan ideologis yang sangat kuat. Sebagai alat ideologi, media dapat menarik perhatian, membujuk pendapat, mempengaruhi sikap, memberikan status, mendefinisikan legitimasi, dan bahkan mendefinisikan realitas atau peristiwa tertentu. Ini berarti bahwa pemberitaan media tidak hanya sekadar menyampaikan informasi, tetapi juga dapat mengarahkan cara berpikir dan bertindak masyarakat, khususnya dalam menentukan pilihan politik mereka dalam pemilihan walikota dan wakil walikota.

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis menarik kesimpulan bahwa rumusan masalahnya yaitu, "Apa saja teknik dan pendekatan yang digunakan dalam memanfaatkan new media untuk meningkatkan visibilitas dan dukungan pada Pilkada 2024?"

1.3Tujuan Penelitian

a.Untuk memahami faktor-faktor yang memengaruhi penerapan strategi kampanye Paslon 1 melalui new media dalam meningkatkan visibilitas dan memperoleh dukungan dari pemilih.

b.Untuk mengidentifikasi teknik dan pendekatan yang digunakan oleh Paslon 1 dalam memanfaatkan new media sebagai bagian dari kampanye politik mereka.

1.4Manfaat Penelitian

a.Manfaat Teoritis

Menambah wawasan dalam kajian komunikasi politik: Penelitian ini dapat memberikan kontribusi pada pengembangan teori-teori komunikasi politik, khususnya yang berkaitan dengan penggunaan new media dalam kampanye politik dan strategi komunikasi oleh kandidat.

b.Manfaat Praktis

Memberikan informasi bagi pemilih: Penelitian ini dapat memberi pemilih pemahaman yang lebih jelas tentang bagaimana kampanye politik menggunakan media untuk mempengaruhi pandangan mereka, sehingga dapat membuat pilihan yang lebih cerdas dan terinformasi.

BAB II 

KAJIAN LITERATUR 

2.1 Peran Media dalam Kampanye

Di era globalisasi dan tingkat keterhubungan yang sangat tinggi seperti sekarang, multimedia telah menjadi sarana yang sangat efektif dalam komunikasi politik. Teknologi tidak dapat dipisahkan dari cara aktor politik masa kini menjalankan proses-proses komunikasi politik mereka. Teknologi ini terwujud melalui media baru (new media), yang keberadaannya harus sejalan dengan prinsip demokrasi yang diterapkan di banyak negara di dunia.

Digitalisasi sebagai bagian dari perkembangan teknologi membuka jalan bagi kemunculan internet, yang dalam bahasa Inggris dikenal sebagai international connection networking. Konsep ini dapat dipahami sebagai jaringan global yang menghubungkan berbagai titik di seluruh dunia. Istilah lain yang sering digunakan adalah globalisasi, yang mengacu pada hubungan lintas negara. Internet, sebagai bagian integral dari globalisasi, berkembang pesat bersama kemajuan teknologi informasi (Arifin, 2014: 104). Jika dilihat secara fisik, internet dapat dianalogikan sebagai jaringan laba-laba yang melingkupi bumi, dengan titik-titik yang saling terhubung. Analogi lainnya, internet bisa dianggap sebagai kota digital besar yang sangat luas, dengan setiap penghuninya memiliki alamat yang digunakan untuk bertukar informasi. Internet juga dapat dipandang sebagai perpustakaan atau gedung besar yang menyimpan informasi lengkap dalam bentuk digital atau multimedia.

Keunggulan internet meliputi tidak adanya batasan ruang dan waktu. Selain itu, sifat global dari internet memungkinkan akses informasi yang sangat mudah. Internet juga memberi peluang besar bagi masyarakat untuk berkumpul dan menyuarakan pendapat secara bebas, yang dalam beberapa kasus dapat mengancam pemerintahan otoriter. Kecepatan internet juga memungkinkan informasi menyebar dengan sangat cepat dan masif (Tabroni, 2012: 153).

Lebih lanjut, internet menjadi tempat yang subur bagi demokrasi. Bagi negara dengan pemerintahan otoriter atau monarki, internet bisa menjadi ancaman, karena kemampuannya untuk menyebarkan informasi politik, baik yang bersifat publik maupun yang lebih sensitif. Internet memberikan platform bagi kelompok minoritas atau oposisi yang terpinggirkan untuk memperjuangkan hak politik mereka, terutama di negara-negara di mana media konvensional lebih sering menjadi alat bagi kebijakan pemerintah. Karena itu, internet memiliki peran yang sangat vital dalam komunikasi politik. Sebagai sarana komunikasi politik, internet digunakan untuk kampanye partai politik, calon presiden, dan untuk menyampaikan berbagai informasi politik yang berhubungan dengan kepentingan politik. Efektivitas internet dalam menyebarkan pesan politik, baik dari rakyat kepada pemerintah maupun sebaliknya, menjadikannya sangat penting dalam proses komunikasi politik (Tabroni, 2012: 154).

Teknologi komunikasi baru memiliki keterkaitan erat dengan tiga aspek utama, yaitu interaktivitas, de-masifikasi, dan asinkronitas. Interaktivitas merujuk pada kemampuan untuk saling berkomunikasi atau berinteraksi melalui sistem teknologi komunikasi yang baru. Dengan metode yang lebih interaktif, pengguna dapat menjalankan aktivitas komunikasi dengan lebih efisien dan maksimal (Junaedi, 2011: 8-9).

Teknologi komunikasi kini menjadi dasar penting dalam perkembangan komunikasi politik di era multimedia. Komunikasi politik selalu sejalan dengan prinsip kebebasan demokrasi, terutama dalam hal kebebasan berbicara. Komunikasi politik di zaman globalisasi ini memperlihatkan penguatan kebebasan demokrasi yang membawa dampak pada kebebasan berpendapat dalam komunitas daring atau virtual. Oleh karena itu, kebiasaan komunikasi manusia pun mengalami perubahan yang signifikan. Seiring dengan semakin meluasnya kebebasan berpendapat yang difasilitasi oleh teknologi komunikasi, norma-norma tersebut pun menjadi berlaku.

Penggunaan internet dalam kegiatan politik semakin berkembang di Indonesia. Setidaknya ada dua faktor utama yang mendasari fenomena ini. Pertama, sistem politik Indonesia yang semakin terbuka dan demokratis. Sejak reformasi, kebebasan pers serta hak untuk berkumpul, berserikat, dan menyampaikan pendapat telah mengalami peningkatan. Akibatnya, setiap individu pada era reformasi ini memiliki kebebasan untuk memanfaatkan dunia maya sebagai sarana untuk menyampaikan gagasan, ide, pemikiran, bahkan kritik atau tekanan terhadap pemerintah atau pihak berwenang. Kondisi ini menciptakan ruang publik di dunia maya, yang menjadikan penguatan demokrasi tidak hanya terjadi secara langsung, tetapi juga di ruang siber. Faktor kedua adalah kemajuan dalam Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) yang mempengaruhi media massa. Perkembangan pesat ini memberikan akses yang lebih mudah bagi masyarakat untuk memperoleh informasi. Masyarakat kini lebih terbiasa menggunakan teknologi mesin pencari seperti Google sebagai sumber utama informasi mereka. Akses informasi tentang lingkungan sekitar menjadi lebih mudah karena banyak media cetak, televisi, dan radio yang kini terintegrasi secara daring, sehingga informasi, termasuk yang bersifat politik, lebih mudah diakses oleh publik (Heryanto, 2011: 154).

Komunikasi politik yang dilakukan melalui media sosial dapat membentuk persepsi di kalangan masyarakat, terutama terkait persepsi politik. Persepsi politik berkaitan dengan cara pandang terhadap suatu objek tertentu, baik berupa informasi, keterangan, maupun pandangan tentang situasi politik dengan cara tertentu. Konten media sosial yang diterima oleh pengguna dengan latar belakang dan pola pikir yang beragam akan menghasilkan persepsi yang berbeda-beda. Di negara-negara dengan tingkat partisipasi politik yang rendah, masyarakat cenderung melihat konten politik di media sosial sebagai sesuatu yang biasa saja dan menganggap bahwa kampanye politik yang dilakukan oleh para kandidat tidak banyak memengaruhi perilaku politik mereka dalam pemilu. Kelompok ini umumnya memiliki tingkat literasi politik yang rendah dan masih berkeyakinan bahwa strategi paling efektif untuk memenangkan pemilu adalah melalui praktik politik uang. Hal ini juga diperkuat oleh kondisi ekonomi yang sulit dan tingginya biaya hidup yang masih dirasakan oleh banyak keluarga pasca pandemi, karena pemulihan ekonomi yang belum sepenuhnya tuntas.

Sebaliknya, masyarakat dengan tingkat partisipasi politik menengah memandang bahwa konten di media sosial memiliki keterkaitan yang cukup signifikan dengan pelaksanaan pemilu. Pertama, mereka meyakini bahwa konten politik membantu meningkatkan pengetahuan tentang profil kandidat, kinerja, serta visi-misi yang diusung. Konten semacam ini dianggap sebagai sarana pengenalan bagi generasi milenial dalam menentukan pilihan politik mereka. Namun, kelompok ini juga sadar bahwa konten politik seringkali diwarnai dengan unsur SARA, ujaran kebencian, bahkan fitnah terhadap lawan politik. Oleh karena itu, masyarakat beranggapan bahwa konten politik sebagai dasar untuk memilih dalam pemilu perlu disaring dengan cermat, karena konten semacam ini berpotensi merusak tatanan sosial secara lebih luas. Pendapat ini sejalan dengan pandangan Almond dan Verba (1984), yang menyoroti adanya bentuk orientasi tertentu dalam budaya politik, baik dari sisi kognitif, afeksi, maupun evaluasi, dalam menilai konten-konten yang ada di media sosial berbasis daring.

Di tingkat partisipasi politik yang tinggi, masyarakat memandang bahwa dunia berbasis internet telah menjadi bagian integral dari kehidupan sehari-hari, dan komunikasi politik melalui media sosial dianggap sangat penting dalam mewujudkan pemilu yang demokratis. Kelompok masyarakat dengan budaya partisipasi aktif ini juga percaya bahwa penyebaran informasi dan edukasi politik melalui media sosial memiliki biaya yang relatif rendah dan lebih efektif dalam menjangkau berbagai kalangan, mulai dari ibu rumah tangga hingga para akademisi. Pada tingkat partisipasi ini, masyarakat meyakini bahwa konten bernuansa ujaran kebencian atau hoaks terkait politik sudah semakin jarang digunakan karena adanya regulasi hukum yang mengaturnya, serta peningkatan kesadaran masyarakat yang kini lebih kritis dalam menyikapi informasi politik dan tidak lagi menerima konten secara mentah-mentah.

2.2 Kampanye Politik

Kampanye politik adalah aktivitas komunikasi yang berisi pesan-pesan politik yang disampaikan oleh komunikator politik melalui berbagai media, dengan tujuan mempengaruhi, membangun, dan membentuk opini publik. Kampanye politik merupakan bagian dari strategi komunikasi politik untuk meraih dukungan suara masyarakat dan pada akhirnya mencapai posisi kekuasaan. Sejalan dengan itu, Michael Rush dan Phillip Althoff (dalam Nora, 2014) mendefinisikan komunikasi politik sebagai proses di mana informasi politik yang relevan disampaikan dari satu bagian sistem politik ke bagian lainnya, serta antara sistem sosial dan sistem politik, dengan tujuan memperoleh kekuasaan atau mempengaruhi kebijakan.

Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa komunikasi politik dalam pemilihan legislatif bertujuan untuk membentuk citra positif dan membangun opini publik, sehingga dapat melibatkan masyarakat dalam proses pemilu dan meraih kemenangan. Untuk mencapai tujuan ini, diperlukan perencanaan strategi kampanye politik yang matang. Secara teori, komunikasi politik setidaknya bertujuan untuk membentuk opini publik, melibatkan masyarakat dalam pengambilan kebijakan, dan memenangkan pemilu.

Bagi partai politik maupun politisi, membentuk citra politik yang baik sangatlah penting. Calon legislatif dan partai berharap bisa dipersepsikan sebagai pihak yang berkomitmen memperjuangkan kepentingan rakyat. Para calon legislatif ingin dilihat sebagai wakil yang benar-benar mewakili suara masyarakat. Demikian pula, partai politik berusaha mendapatkan citra positif melalui berbagai program dan inisiatif yang sedang atau akan dijalankan. Hal ini masuk akal karena hanya dengan citra yang baik, mereka bisa mendapatkan kepercayaan publik untuk merealisasikan berbagai ide dan agenda jika terpilih.

Setelah berhasil membentuk citra yang diinginkan, politisi dan partai politik berharap dapat membangun opini publik yang positif. Opini publik bukan sekadar hasil dari komunikasi politik yang dilakukan, tetapi juga merupakan umpan balik dari masyarakat. Opini publik mencerminkan pandangan, sikap, perasaan, harapan, dan penilaian individu serta kelompok masyarakat tentang isu-isu yang berkaitan dengan kepentingan umum. Opini ini muncul sebagai hasil interaksi, diskusi, dan penilaian sosial, baik secara lisan maupun tertulis, yang seringkali dipengaruhi oleh pemberitaan di media massa, baik cetak maupun digital.

Melalui terbentuknya opini publik yang positif, politisi dan partai politik berharap dapat meningkatkan partisipasi masyarakat untuk memilih mereka. Dengan adanya partisipasi yang tinggi dari masyarakat dalam memilih calon legislatif dan partai politik, mereka akan lebih mudah memengaruhi kebijakan politik dan publik di berbagai aspek kehidupan sosial, nasional, dan kenegaraan. Hal ini bisa mereka perjuangkan di parlemen sebagai anggota legislatif, atau bahkan saat menjabat di posisi eksekutif.

Tujuan akhir yang diharapkan oleh partai politik dan politisi adalah terpilihnya mereka dalam pemilu. Keberhasilan komunikasi politik dapat diukur dari jumlah suara yang berhasil diraih dalam pemilu yang bersih, bebas, langsung, serta rahasia, tanpa adanya intimidasi atau praktik politik uang (money politics) yang dilakukan secara sistematis, baik pada skala individu maupun massal.

2.3 Komunikasi Politik

Komunikasi politik adalah bentuk komunikasi yang berkaitan dengan aktivitas politik dalam suatu sistem politik (Syaifuddin, 2019:419). Proses ini berlangsung secara terus-menerus, mencakup pertukaran informasi antara individu dan kelompok di berbagai tingkatan. Menurut Nimmo (dalam Nora, 2014:46), komunikasi politik mencakup elemen seperti komunikator politik, pesan politik, persuasi politik, media, audiens, serta dampak dari komunikasi politik itu sendiri. Berdasarkan pandangan Arifin (2011), tujuan dari komunikasi politik mencakup: 1) membentuk citra politik yang positif di mata masyarakat, 2) membangun opini publik, 3) meningkatkan partisipasi politik serta memengaruhi kebijakan politik, dan 4) memenangkan pemilu, di mana keberhasilannya diukur melalui jumlah suara yang diperoleh dalam pemilu yang berlangsung secara bersih, bebas, langsung, dan rahasia (Rahman, 2018).

2.4 Partisipasi Politik

Komunikasi politik berperan penting dalam membentuk citra politik yang diharapkan mampu mendorong partisipasi serta keterlibatan masyarakat dalam pengambilan keputusan politik. Partisipasi politik merujuk pada keterlibatan sukarela warga negara dalam proses memilih pemimpin, baik secara langsung maupun tidak langsung, serta dalam pembuatan kebijakan publik (Rosita, 2017). Bentuk partisipasi ini mencakup aktivitas seperti memberikan suara dalam pemilu, menghadiri kampanye, atau melakukan lobi dengan politisi dan pemerintah (Sayekti, 2015). Partisipasi politik juga diartikan sebagai tindakan individu yang bertujuan memengaruhi keputusan pemerintah (Juditha & Josep, 2018). Dengan demikian, di negara yang menganut sistem demokrasi, setiap warga negara memiliki hak untuk menyuarakan pandangan dan sikapnya guna mempengaruhi kebijakan publik melalui keterlibatan aktif dalam proses politik.

BAB III 

METODE PENELITIAN 

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif kualitatif. Menurut Creswell (2013), penelitian kualitatif adalah teknik untuk mengeksplorasi dan memahami interpretasi individu, kelompok, atau peristiwa terkait masalah sosial atau kemanusiaan. Sementara itu, Lexy J. Moleong (2007) mendefinisikan metode kualitatif sebagai pendekatan penelitian sosial yang bertujuan memperoleh data dalam bentuk kata-kata berdasarkan realitas di lapangan, bukan dalam bentuk statistik. Denzin & Lincoln (2018) juga menyatakan bahwa penelitian kualitatif melibatkan pengumpulan beragam bahan empiris seperti studi kasus, wawancara, artefak, teks, dan produksi budaya yang bersifat observasional, historis, interaksional, serta visual untuk dianalisis.

3.2 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan teknik deskriptif kualitatif, di mana peneliti berperan sebagai instrumen utama (Sugiyono dalam Nasution, 2023). Saryono (dalam Nasution, 2023) menyatakan bahwa penelitian kualitatif menggambarkan kualitas sosial yang tidak bisa dikuantifikasi. Perbedaan utama antara penelitian kuantitatif dan kualitatif adalah pendekatannya dengan kuantitatif berangkat dari fakta dan menggunakan teori yang sudah ada, sedangkan kualitatif berfokus pada deskripsi dan penjelasan aspek sosial.

Pendekatan deskriptif kualitatif termasuk dalam paradigma penelitian post-positivistik, di mana kebenaran absolut sulit ditentukan, sehingga harus dibangun melalui bukti data dan pertimbangan yang logis (Creswell, 2019). Dalam pendekatan ini, digunakan tiga teknik utama, yaitu observasi, wawancara, dan studi pustaka. Pada penelitian ini, penulis mengandalkan metode pengumpulan data melalui studi pustaka dengan mengacu pada berbagai sumber seperti tinjauan literatur, jurnal ilmiah, skripsi, situs resmi, serta artikel berita yang relevan dengan topik penelitian.

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Menurut Sugiyono (2020:105), terdapat empat teknik pengumpulan data: observasi, wawancara, dokumentasi, dan triangulasi (kombinasi observasi, wawancara, dan dokumentasi).

1.Observasi, menurut Nasution dalam Sugiyono (2020:109), adalah pengamatan langsung untuk memahami konteks data secara menyeluruh.

2.Wawancara, seperti yang dijelaskan oleh Esterberg dalam Sugiyono (2020:114), melibatkan pertukaran informasi dan ide melalui tanya jawab.

3.Dokumentasi, menurut Sugiyono (2020:124), mencatat perista dalam bentuk tulisan, gambar/foto, atau karya-karya monumental.

4.Triangulasi, menurut Sugiyono (2014:125), menggabungkan berbagai teknik dan sumber data untuk memastikan keabsahan dan keandalan data yang dikumpulkan.

3.4Teknik Penentuan Informan

Teknik pemilihan informan dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling, di mana sampel dipilih berdasarkan pertimbangan khusus atas keahlian atau pengalaman yang relevan dengan topik yang dibahas. Pemilihan ini bertujuan untuk memastikan bahwa informan yang dipilih memiliki pemahaman yang mendalam tentang peran media dan new media dalam mendongkrak elektabilitas paslon 01 pada Pilkada Kota Bekasi 2024. Dengan demikian, peneliti menetapkan informan yang memiliki wawasan mengenai pengaruh media dalam membangun citra dan daya tarik paslon 01 di mata publik yaitu, seorang tim sukses dari pasangan calon Wali Kota dan calon Wakil Wali Kota.

3.5. Validasi Data

Dalam penelitian ini, validasi data dilakukan menggunakan teknik triangulasi, yang menurut Sugiyono (2020:125), menggabungkan berbagai teknik dan sumber data untuk memastikan kredibilitas data yang dikumpulkan,

3.6. Teknik Analisis Data

Setelah wawancara dan pengujian data primer dan sekunder, langkah berikutnya adalah melakukan analisis dan pembahasan dari hasil wawancara tersebut.

Menurut Sugiyono (2020:131), analisis data adalah proses sistematis dalam menyusun data dari wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi Ini dilakukan dengan mengorganisir data ke dalam kategori, melakukan sintesis, mengidentifikasi pola, serta menarik kesimpulan agar mudah dipahami.

Miles dan Huberman (dalam Sugiyono, 2020:133) menjelaskan bahwa analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan terus-menerus hingga data dianggap jenuh. Langkah-langkahnya meliputi:

1.Pengumpulan Data: Melalui observasi, wawancara mendalam, dan dokumentasi (triangulasi), data dikumpulkan secara intensif selama berhari-hari untuk mendapatkan data yang variatif dan komprehensif.

2.Reduksi Data: Data yang terkumpul yang semakin kompleks direduksi dengan merangkum, memilih hal-hal yang penting, dan mengidentifikasi tema atau pola yang muncul.

3.Penyajian Data: Data yang telah direduksi disajikan dalam bentuk naratif yang memungkinkan interpretasi lebih lanjut

4.Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi: Kesimpulan dan penelitian kualitatif adalah temuan baru yang menjelaskan obyek penelitian secara lebih jelas dibandingkan sebelumnya, dengan deskripsi yang lebih terperinci.

3.7. Waktu dan Lokasi Penelitian

Pada penelitian ini, peneliti melakukan penelitian di Permata Hijau Permai Jl. Ruby II, No. 49, RT.002/RW.019, Kaliabang Tengah, Kec. Bekasi Utara, Jawa Barat. Adapun waktu penelituan dilaksanakan pada 5 November 2024.

BAB IV 

HASIL DAN PEMBAHASAN 

4.1. Teknik Pengumpulan Data

a. Wawancara

Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang tama adalah wawancara mendalam dengan partisipan yang mengalami gangguan kecemasan, serta dengan psikiater yang terlibat dalam penanganan kasus tersebut. Wawancara dilakukan dengan menggunakan panduan wawancara terstruktur untuk memastikan topik yang relevan dan mendalam dibahas. Setiap wawancara direkam dan ditranskripsi untuk analisis lebih lanjut.

b. Studi Kasus

Studi kasus merupakan penelitian tentang suatu kasus yang setiap prosesnya dilakukan secara rinci, tajam, dan mendalam. Kasus di sini bisa berupa individu, kelompok, organisasi, maupun lembaga. Dari penelitian kasus tersebut, diharapkan peneliti akan mendapatkan pengetahuan mendalam tentang kasus yang diteliti tersebut. Kasus yang diteliti biasanya harus hal yang sedang terjadi sekarang (aktual), bukan yang sudah terlewati dan harus benar-benar spesifik atau "unik". Dengan kata lain, peneliti lebih disarankan untuk memilih satu kasus saja, baik yang sangat sederhana maupun yang kompleks.

4.2. Teknik Analisis Data

Analisis data wawancara dilakukan dengan menggunakan pendekatan analisis kualitatif yang meliputi beberapa tahapan:

1.Reduksi Data:

Transkripsi wawancara dilakukan dan data yang relevan diekstraksi untuk fokus analisis, seperti pengalaman individu dalam merespons kampanye Paslon 1 melalui media dan new media serta interaksi dengan berbagai platform media.

2. Deskripsi Data

Data yang diekstraksi kemudian dideskripsikan untuk mengidentifikasi tema dan pola yang muncul dalam persepsi masyarakat terhadap penggunaan media oleh Paslon 1, serta dampak kampanye terhadap elektabilitas calon.

3. Verifikasi

Validitas data diperkuat dengan triangulasi sumber, yaitu membandingkan dan memverifikasi data dari berbagai sumber, seperti wawancara dengan anggota tim kampanye Paslon 1, pemilih yang terlibat dalam kampanye, serta analisis terhadap konten yang dipublikasikan di media dan new media.

4.Kesimpulan

Berdasarkan analisis data, ditarik kesimpulan tentang persepsi masyarakat terhadap strategi media yang digunakan oleh Paslon 1, pengaruh media terhadap elektabilitas Paslon 1, serta efektivitas kampanye yang dilakukan melalui media luring dan new media.

4.3Hasil Wawancara

Penelitian ini bertujuan untuk menggali peran media dan new media dalam meningkatkan elektabilitas Paslon 1 pada Pilkada Kota Bekasi 2024. Berdasarkan metode wawancara dan studi kasus yang dilakukan dengan beberapa informan yang terlibat langsung dalam kampanye, hasil penelitian ini memberikan gambaran yang komprehensif tentang bagaimana media digunakan untuk mempengaruhi pemilih dan memperkuat posisi Paslon 1. Berikut ini adalah hasil wawancara dan pembahasan terkait dengan peran media dan new media dalam kampanye Paslon 1.

     1.Apa kekuatan dan kelebihan yang dimiliki Paslon?

Informan memberikan penjelasan bahwa kekuatan utama Paslon 1 terletak pada visi dan misi yang jelas serta pendekatan yang berfokus pada kebutuhan masyarakat Kota Bekasi. Paslon 1 dianggap memiliki latar belakang yang kuat dan pengalaman di sektor yang relevan, sehingga mudah diterima oleh pemilih yang mencari calon pemimpin yang berkompeten dan berpengalaman.

     2. Apa kekurangan dan kelemahan yang dimiliki Paslon?

Kekurangan yang disampaikan oleh informan adalah terbatasnya keberadaan Paslon 1 dalam beberapa lapisan masyarakat. Meskipun memiliki keunggulan dalam segi pengalaman, Paslon 1 dianggap kurang memiliki kedekatan dengan segmen-segmen tertentu, terutama yang berfokus pada isu-isu lokal yang lebih spesifik. Media yang digunakan menjadi sangat krusial untuk mengatasi hal ini.

3.Apa peluang-peluang yang akan diperoleh Paslon?

Peluang yang diperoleh Paslon 1, berdasarkan wawancara, terletak pada meningkatnya kesadaran publik terhadap pentingnya pemilihan kepala daerah yang tepat. Selain itu, perkembangan teknologi dan media sosial membuka peluang untuk menjangkau lebih banyak pemilih, terutama generasi muda yang lebih aktif di platform digital.

4.Apa ancaman dan tantangan yang akan ditemui Paslon?

Tantangan utama yang dihadapi Paslon 1 adalah kompetisi dengan calon lain yang juga memiliki visi misi yang relevan. Ancaman lainnya adalah berita negatif atau hoaks yang dapat merusak citra Paslon 1. Di sisi lain, tantangan dalam memaksimalkan penggunaan media dan new media juga menjadi perhatian utama karena tidak semua segmen masyarakat dapat dijangkau dengan mudah melalui platform digital.

5.Siapa yang menjadi tim/juru kampanye pemenangan Paslon?

Tim kampanye Paslon 1 terdiri dari para ahli komunikasi, politisi lokal, serta aktivis yang memiliki pengaruh di kalangan masyarakat Kota Bekasi. Mereka memainkan peran penting dalam merumuskan strategi kampanye yang efektif dan mengoptimalkan penggunaan media dalam proses pemenangan.

6.Siapa yang menjadi target sasaran kampanye Paslon?

Target sasaran kampanye Paslon 1 adalah pemilih pemula, pemilih muda, serta masyarakat yang ingin melihat perubahan nyata dalam pemerintahan Kota Bekasi. Pemilih yang lebih peduli terhadap isu sosial dan lingkungan juga menjadi fokus utama dari kampanye ini.

7.Pesan/Program Unggulan apa yang ditawarkan Paslon kepada khalayak?

Pesan utama yang ditawarkan oleh Paslon 1 adalah komitmen untuk membawa perubahan yang konkret dalam pembangunan Kota Bekasi. Program unggulan yang disampaikan termasuk pengembangan infrastruktur, peningkatan pelayanan publik, serta peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui program-program yang berbasis teknologi dan inovasi.

8.Media apa yang digunakan (media luring/new media) untuk melakukan kampanye Paslon?

Paslon 1 menggunakan kombinasi media luring (media cetak, spanduk, baliho) dan media digital (new media) seperti platform media sosial (Instagram, Facebook, Twitter, TikTok) untuk menjangkau berbagai segmen masyarakat. Penggunaan media sosial menjadi sangat efektif dalam menyampaikan pesan kepada pemilih muda dan mereka yang lebih cenderung mengakses informasi secara online.

9.Bagaimana hasil/pengaruh yang didapat (sementara) dari kampanye tersebut?

Berdasarkan hasil wawancara dengan anggota tim kampanye, pengaruh yang diperoleh dari kampanye Paslon 1 melalui media luring dan new media cukup signifikan. Media sosial, khususnya, membantu dalam membangun citra positif Paslon 1 dan menciptakan interaksi langsung dengan pemilih, yang semakin meningkatkan elektabilitas di kalangan pemilih muda. Namun, tantangan dalam menjaga konsistensi pesan dan merespons dinamika kampanye menjadi faktor yang harus terus diperhatikan.

4.4Implikasi dan Rekomendasi

Hasil penelitian ini memiliki implikasi penting untuk strategi kampanye dan penggunaan media dalam meningkatkan elektabilitas Paslon 1 pada Pilkada Kota Bekasi 2024. Berdasarkan temuan penelitian, beberapa rekomendasi yang dapat diberikan meliputi:

1.Pengembangan Program Kampanye yang Inklusif

Diperlukan program kampanye yang lebih luas dan inklusif, yang memanfaatkan berbagai platform media untuk meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai visi dan misi Paslon 1 serta mengurangi ketidakpahaman terhadap program unggulan yang ditawarkan.

2.Peningkatan Pemanfaatan New Media

Pentingnya meningkatkan pemanfaatan new media, seperti media sosial dan platform digital lainnya, untuk menjangkau segmen pemilih muda dan meningkatkan interaksi langsung dengan masyarakat guna memperkuat dukungan terhadap Paslon 1.

3.Pengembangan Strategi Komunikasi yang Terpadu

Pengembangan lebih lanjut dalam strategi komunikasi kampanye yang holistik, yang mencakup penggunaan media tradisional (media luring) dan new media secara bersamaan, guna menciptakan keselarasan pesan dan memperluas jangkauan kampanye.

BAB V 

KESIMPULAN DAN SARAN 

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa peran media, khususnya new media, sangat penting dalam meningkatkan elektabilitas Paslon 1 pada Pilkada Kota Bekasi 2024. Penggunaan media sosial dan platform digital memungkinkan Paslon 1 untuk menjangkau pemilih muda dan segmen-segmen masyarakat yang lebih luas. Selain itu, pengembangan program kampanye yang lebih inklusif dan pemanfaatan strategi komunikasi yang terpadu antara media tradisional dan new media dapat memperkuat citra Paslon 1 serta meningkatkan keterlibatan masyarakat. Oleh karena itu, penting bagi tim kampanye untuk memaksimalkan penggunaan berbagai platform media guna mengoptimalkan dukungan dan meraih hasil yang lebih baik dalam Pilkada Kota Bekasi 2024.

5.2 Saran

Untuk meningkatkan elektabilitas Paslon 1 pada Pilkada Kota Bekasi 2024, disarankan agar tim kampanye lebih mengoptimalkan penggunaan media sosial dan platform digital sebagai sarana utama untuk berinteraksi langsung dengan pemilih muda dan masyarakat luas. Selain itu, perlu adanya pengembangan strategi komunikasi yang lebih terintegrasi antara media tradisional dan new media, guna memastikan pesan kampanye sampai dengan efektif ke seluruh lapisan masyarakat. Program kampanye yang lebih inklusif dan edukatif juga dapat meningkatkan pemahaman masyarakat tentang visi dan misi Paslon 1, sekaligus memperkuat dukungan yang ada.

DAFTAR PUSTAKA

Supit, M., Lapian, M. T., & Tulung, T. E. (2022). Peran Media Sosial dalam meningkatkan Elektabilitas Calon Anggota Legislatif dalam Pemilihan Umum Tahun 2019 (Studi Di Desa Mobuya Kecamatan Passi Timur Kecamatan Bolaang Mongodow). Jurnal Eksekutif, 2(1).

Indrawan, J., & Ilmar, A. (2020). Kehadiran media baru (new media) dalam proses komunikasi politik. Medium, 8(1), 1-17.

Dania, R. (2023). Peran Dan Pengaruh Media Sosial Dalam Kampanye Pemilihan Presiden 2024. Virtu: Jurnal Kajian Komunikasi, Budaya dan Islam, 3(2), 103-109.

Irawan, E. P. (2022). Strategi Kampanye Politik Politisi Muda PKS Dalam Merebut Dukungan Konstituen. Jurnal Ilmiah Manajemen Informasi dan Komunikasi, 6(1), 1-8.

Zulkifli, N., Omar, S. K., Johari, N. F., Hassan, M. S., & Rosman, M. R. M. (2021). Pengaruh media baru dan penglibatan politik belia. Advances in Humanities and Contemporary Studies, 2(2), 63-77.

Makarawung, Y. A., Wulandari, Y. F., & Himawan, S. (2024). Analisis Konten TikTok Dalam Komunikasi Politik Capres-Cawapres di Pemilu 2024 untuk Generasi Z: Pendekatan Teori Media Baru dalam Menganalisis Konten Tiktok. Brand Communication, 3(4), 320-336.

Ginting, D. T. N., Tan, T., Gultom, S. N., Tan, C., Valencia, C., Ronaldo, D., ... & Wijaya, V. (2024). Pengaruh Media Sosial dalam Kampanye Politik terhadap Hasil Pemilu. Dedikasi Sains dan Teknologi (DST), 4(2), 123-130.

Siahaan, C. (2011). Strategi Manajer Kampanye Bagi Komunikator Politik. Sociae Polites, 221-236.

Ansori, A. (2017). Legalitas Hukum Komisi Pemilihan Umum Daerah dalam Menyelenggarakan Pilkada. Jurnal konstitusi, 14(3), 553-572.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun