"Sedih boleh, tapi gak bisa begini terus. Masa lalu itu dikenang, bukan jadi batu sandungan dimasa kini atau masa depan."
Temannya memberikan nasehat pada gadis itu yang telah berlarut-larut dalam kesedihan selama berminggu-minggu.
"Sudahlah, panas. Aku mau pulang. Kamu mau pulang kapan?"
"Bentar lagi lah."
"Ya udah aku duluan. Gak tahan gerah, mau mandi."
"Heh iya."
Gadis itu pun ditinggalkan temannya pergi. Ia kembali mendongakkan kepalanya, namun kali ini dibiarkan matanya terbuka menatap langit biru dari sela-sela dedaunan rimbun pohon yang berdiri kokoh dibelakang bangku yang didudukinya. Satu persatu dedaunan jatuh setiap kali angin berhembus. Ia pun mengangkat tubuhnya berdiri dan mulai berjalan.
Gadis itu terus berjalan perlahan sambil terus memperhatikan kesekeliling dan sesekali ia menghentikan langkahnya tiap ia tertarik pada sesuatu yang tertangkap matanya. Setiap kali menatap objek yang menurutnya menarik ia berdesis dalam hati.
Aku tidak mengerti tentangmu, tentang apapun itu. Tapi mengapa kepergianmu menyisakan luka bagiku?.
Padangan gadis itu beralih kearah jalan menuju tempat yang ia tuju, dalam hatinya masih terus bergumam sepanjang jalan.
Bukankankah sebelum kau hadir dihidupku, aku baik-baik saja tanpamu?