Hampir dua jam aku berada dalam kamar bersama laki-laki tua itu. Aku melayaninya dengan senang hati.
Waktunya untuk pamit pulang. Laki-laki itu meraih dompetnya yang tergeletak di atas meja. Diambilnya dua lembar uang seratus ribuan. Lalu disodorkan ke arahku.
"Untuk ongkos bensin, Ros. Terimalah, jangan menolak rezeki," ujarnya seraya tersenyum. Aku menerima uang itu dan menghujaninya dengan ucapan terima kasih.
"Ros, kapan kamu datang lagi?" tanya laki-laki itu sebelum aku meninggalkan kamar.
"Insya Allah dua hari lagi, Pak," jawabku seraya menutup kembali pintu kamar dengan hati-hati.
***
Erni belum tidur ketika aku sampai di rumah.
"Dapat uang banyak, Ros?" Erni mengangkat alisnya.
"Kok kamu tahu?" aku menatapnya dengan senyum.
"Dari wajahmu itu. Sumringah," Erni menyahut. Aku melepas jaketku dan menyampirkannya kembali di belakang pintu.
"Jangan lupa menyisihkan uang untuk periksa ke dokter, Ros. Belakangan ini kudengar kamu batuk-batuk terus," Erni mengingatkan. Aku mengangguk dan merebahkan diri di samping Erni.