Menurut kabar tersiar Nugie menghilang bagai di telan bumi. Benarkah?
Aku tak berani menanyakan masalah ini kepada Rheinara. Aku tak ingin terlalu jauh ikut campur urusan pribadinya. Tapi bagaimana perasaanku saat memergoki dia sering menangis diam-diam? Ia terlihat begitu rapuh. Kerapuhan yang mengingatkan pada sosok ibuku yang telah tiada. Ibuku terlalu banyak mengeluarkan air mata karena kepergian ayah. Dan tangis ibu telah mengubur jasadnya sendiri.
Tidak. Aku tak ingin melihat kisah pilu itu terulang lagi. Aku tak suka melihat wanita menangis. Aku akan menghibur Rheinara sebisaku. Aku akan selalu menemaninya semampuku. Aku berharap bisa mengisi kekosongan hatinya. Meski aku tahu ruang hatinya hanya untuk satu nama. Nugie.
Â
 ***
Benang merah semakin terurai....
"Please, Na, katakan padaku di mana Nugie," aku memaksa Nina bicara.
"Untuk apa?" gadis itu menatapku curiga.
"Untuk sebuah kebaikan." Aku menghela napas panjang.
"Kebaikan siapa? Rhein, Nugie, atau...." Nina mencibir.
"Aku tidak perlu menjelaskan padamu, kau sudah tahu jawabannya," ujarku tenang.