Beberapa minggu terakhir aku melihat ada yang berubah. Rheinara tak lagi ceria. Ia sering menyendiri. Jarang bicara. Meski aku berusaha mengajaknya ngobrol, ia hanya menjawab sekata dua kata.
Ketika aku menawarinya secangkir white frappe, ia menggeleng. Ketika kuputarkan musik saksofon Kenny.G, matanya berkaca-kaca. Ada apa ini?
Aku yakin telah terjadi sesuatu padanya. Mungkinkah ini ada hubungannya dengan Nugie, kekasihnya?
"Na, apakah kau tahu sesuatu?" tanyaku hati-hati pada Nina.
"Yup, dia..., ah, bagaimana ya aku mengatakannya. Nugie-pergi mening...," Nina tak melanjutkan kalimatnya. Ia terkejut melihat Rheinara sudah berada di dekatnya dengan wajah memerah dan tangan mengayun siap menampar.
"Sabar, Rheinara! Ini salahku, aku yang memaksa Nina untuk bercerita tentang dirimu," aku berusaha menenangkan Rheinara. Untunglah dia mau mendengarkanku.
Tak perlu kujelaskan lagi bagaimana akhirnya Rheinara menjadi dekat denganku.
Duhai...
Kemana arah angin berhembus
Mengapa yang tersisa hanya kenangan
membelenggu, bisu