Mohon tunggu...
Effendy Wongso
Effendy Wongso Mohon Tunggu... Penulis - Jurnalis, fotografer, pecinta sastra

Jurnalis, fotografer, pecinta sastra

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Magnolia dalam Seribu Fragmen Rana (6)

21 Maret 2021   07:56 Diperbarui: 23 Maret 2021   11:45 379
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Titik-titik salju yang tertiup semilir angin dari puncak bukit menusuk-nusuk kulit arinya. Kematian yang sudah di ambang napas menggamangkan hatinya. Tetapi gadis bertubuh ringkih di hadapannya tak sedikit pun merasa gentar. Ia laksana gergasi yang menghadang musuh tanpa rasa takut. Patriotismenya memang seteguh karang!

"Seperti juga musuh majasi, prajurit sebagai sebuah personil pun juga begitu."

"Maksud Anda...."

"Jangan takut tidak memiliki prajurit! Semua lanskap alam yang ada di sini dapat menjadi prajurit majasi yang akan melindungi kita dari maut! Batu, pepohonan, salju, iklim, dan masih banyak lagi faktor alam lainnya. Semuanya itu menjadi prajurit kita, dan musuh bagi mereka."

"Maafkan kelancangan saya, Asisten Fa! Mungkin Anda terlalu mengada-ada bila mengingat kekuatan musuh yang sebenarnya!"

"Saya tahu, Chien Po! Saya tahu seberapa besar kekuatan musuh. Saya tahu berapa jumlah pasukan pemberontak Han itu. Jumlah prajurit kita tidak lebih dari seperempat pasukan mereka. Tapi ingat, musuh yang seperti saya bilang tadi bukan hanya terdiri dari prajurit majasi dan pasukan jasadi. Namun, juga problema-problema batin. Ambisi mereka yang menggebu-gebu untuk segera menaklukkan Ibu Kota Da-du juga merupakan musuh dalam selimut. Yang tanpa mereka sadari akan melumpuhkan kekuatan mereka sendiri."

"Tapi...."

"Sudahlah, Chien Po. Kekompakan kita, serta kesatuan prajurit kita yang solid ini juga merupakan armada perang yang tangguh untuk memukul mundur musuh. Yakinlah!"

Chien Po melanjutkan mengangkuti bongkahan-bongkahan salju. Fa Mulan masih berdiri dengan rupa baur. Ia cemas karena bala bantuan dari Ibu Kota Da-du belum pula kunjung tiba. Dari kejauhan, di bawah bukit perbatasan Tung Shao, dilihatnya noktah-noktah hitam yang menyemut merayapi dinding-dinding salju. Waktunya hanya dua puluh empat jam. Besok fajar, jika bantuan yang diharapkan belum juga kunjung tiba, maka hampir dipastikan pihak Yuan akan hancur menjadi abu! (bersambung)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun